Merubah Masa Depan Limbah Plastik Menjadi Karya Seni Ecobrick Kabarti

2022-09-22T23:42:19.000Z

Penulis:Yunike Purnama

Editor:Yunike Purnama

Kreator Bengkel Ecobrick Kampung Hijau Kabarti Nurachmad saat edukasi produk kursi dari Ecobrick.
Kreator Bengkel Ecobrick Kampung Hijau Kabarti Nurachmad saat edukasi produk kursi dari Ecobrick.

BANDAR LAMPUNG - Perjalanan menuju Bengkel Ecobrick Kampung Hijau Kabarti, Kecamatan Panjang Utara menjadi pengalaman yang mengesankan sekaligus pengingat. Daerah pemukiman padat penduduk kota Bandar Lampung ini mengingatkan pentingnya menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan.

Meski berlokasi di gang kecil, namun menariknya sepanjang jalan sudah tidak ditemukan lagi sampah berserakan terutama sampah plastik. Sepanjang mata memandang tiap sudut jalan bersih tanpa sampah.

Kesadaran warga Kabarti yang tinggi akan kebersihan menjadi pengingat bagi siapapun yang datang, bahwa ternyata sampah juga mampu menjadi sesuatu yang bermanfaat bahkan menghasilkan.

Berhasilnya mewujudkan kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan tidak terlepas dari upaya kerja keras Kelompok Ecobrick Kabarti binaan Pertamina Integrated Terminal Panjang.

Bermula dari kolaborasi PT Pertamina Integrated Terminal Panjang bersama Rumah Zakat berupa program CSR untuk mengatasi masalah lingkungan hidup terutama terkait sampah plastik, maka tercetuslah ide pembuatan Ecobrick pada tahun 2019.

Kreator Bengkel Ecobrick Kampung Hijau Kabarti Nurachmad, bercerita masalah sampah plastik selalu menjadi masalah utama dalam pencemaran lingkungan. Awalnya daerah Kampung Baru Tiga (Kabarti) tampak kumuh dan banyak sampah, bahkan sampai banjir saat hujan turun.

"Dari permasalahan limbah plastik ini maka hadir ide pembuatan Ecobrick," paparnya didampingi Ketua Kelompok Ecobrick Kabarti Turina saat ditemui Kabar Siger di Bengkel Ecobrick Kabarti Rabu, 21 September 2022.

Ecobrick sendiri merupakan teknik mengolah sampah plastik menjadi sebuah benda yang bermanfaat. 

"Ecobrick merupakan solusi praktis dan murah untuk mengurangi limbah plastik dengan cara memasukkan sampah plastik ke botol plastik kemudian dipadatkan," jelas Nurachmad singkat.

Secara kasat mata seperti cukup mudah membayangkan proses pembuatan Ecobrick, hanya masukan sampah plastik ke botol. Namun, ternyata dalam prosesnya dibutuhkan teknik yang tepat  dalam pemadatan sampah plastik kedalam botol hingga botol plastik menjadi kokoh dan nantinya dapat digunakan untuk menciptakan produk seni yang bernilai.

Ketua Kelompok Ecobrick Kabarti Turina menjelaskan, prosesnya dimulai dari pengumpulan botol plastik mulai ukuran 330 ml, 600 ml hingga 1,5 liter. Kemudian, pengumpulan sampah plastik seperti bungkus makanan ringan, bungkus mie, bungkus jajanan anak-anak hingga bungkus kopi instan. Selanjutnya, sampah plastik yang sudah dikumpulkan tadi dibersihkan sebelum digunakan.

Pelindung pot bunga Ecobrick. Foto: Kelompok Ecobrick Kabarti 

"Dari satu botol plastik 600 ml bisa memanfaatkan sampah plastik 250 gram atau 1/4 kg. Sedangkan untuk botol plastik besar ukuran 1,5 liter dapat memanfaatkan sampah plastik 500 gram atau 1/2 kg sampah plastik," papar Rina begitu ia disapa.

Dari Kelompok Ecobrick Kabarti yang berjumlah 10 orang, satu bulan dapat menghasilkan sekitar 200 Ecobrick dengan ukuran botol 600 ml dan 1,5 liter. Dari 200 Ecobrick tersebut berhasil memanfaatkan sampah plastik sekitar 65 kg dalam sebulan. Sedangkan dari warga sekitar ada sekitar 30 ecobrick terkumpul, tergantung jika ada pemesanan produk.

"Estimasi total kira-kira satu bulan mampu memanfaatkan 72,5 kg sampah plastik menjadi 230 Ecobrick,"jelasnya.

Ia melanjutkan, "Alhamdulillah dari Ecobrick ini selain mampu menyelamatkan lingkungan dari sampah plastik, juga berhasil menjadi mata pencaharian tambahan warga sekitar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," ceritanya.

Ecobrick Menjadi Karya Seni Bernilai

Kursi cafe Ecobrick. Foto: Kelompok Ecobrick Kabarti 

Seusai terbentuknya Ecobrick ternyata tidak berhenti hanya sampai disana. Setelah ratusan Ecobrick terkumpul, kendala selanjutnya yang dihadapi harus dibuat apa hasil daur ulang sampah plastik ini.

Nurachmad sebagai kreator, akhirnya memulai idenya dengan dibuat menjadi sofa ruang tamu yang mana Ecobrick menjadi penyanggah utama menggantikan kayu yang biasa dipakai. Bahkan menariknya terkait masalah kekuatan Ecobrick bisa lebih kuat dari kayu karena tidak akan lapuk.

"Sebelum kami jual ke pasaran tentu diuji coba terlebih dahulu, sofa yang dibuat bahkan kuat menopang beban hingga 100 kg lebih. Jadi Insha Allah kami jamin kuat dan aman,"paparnya.

Selain sofa, produk turunan Ecobrick terbaru lainnya yang dibuat antara lain pelindung pot tanaman hias, sofa kecil, meja, kursi cafe hingga tong sampah.

Untuk beragam produk yang dihasilkan dari Ecobrick seperti sofa ada yang tipe original dan modern. Kalau original Ecobrick terlihat tanpa ditutup lagi dengan kain sofa. Sedangkan tipe modern, bagian Ecobricknya tidak terlihat atau tertutup dengan kain sofa.

"Menariknya tipe original lebih banyak peminatnya, karena lebih terlihat Ecobricknya dan lebih banyak membuat orang penasaran," ceritanya.

Untuk harga sofa Ecobrick dijual beragam, seperti tipe modern mulai Rp 250 ribu, sedangkan tipe original harga dijual mulai dari Rp350 ribu.

Dari karya seni Ecobrick yang dihasilkan Kelompok Kabarti juga sudah mendapat beragam apresiasi. Seperti diundang sebagai pembicara dari berbagai komunitas lingkungan hidup dari luar daerah seperti Pengandaran dan Jogjakarta, Lembaga Pemasyarakatan untuk pembinaan warga binaan hingga minat sektor Pendidikan.

Masa Depan Ecobrick Untuk Alam dan Masyarakat

Tong sampah Ecobrick. Foto: Kelompok Ecobrick Kabarti 

Hingga saat ini kendala masih sulitnya mencari bahan baku sampah plastik tentu masih menjadi tugas bersama. Nurachmad meyakini, jika semua bergerak mandiri menggerakkan Ecobrick untuk menyelamatkan alam dari sampah plastik tentu akan menciptakan masa depan kualitas lingkungan hidup lebih baik terutama untuk generasi selanjutnya.

Bahkan, dalam segi ekonomi Ecobrick mampu menciptakan kesempatan kerja lebih luas dan mendongkrak perekonomian khususnya untuk masyarakat kurang mampu.  

"Kami baru satu kampung satu bulan bisa memanfaatkan sekitar 70 kiloan lebih sampah plastik menjadi Ecobrick, bayangkan jika semua bergerak mandiri akan berapa banyak daerah hingga laut  selamat dari limbah plastik dan masyarakat yang terbantu ekonominya," harap Nurachmad.

Area Manager Communication, Relation & CSR Sumbagsel, Tjahyo Nikho Indrawan menambahkan, harapannya sampah yang selama ini menjadi masalah bagi kita dapat dimanfaaatkan kehadirannya, salah satunya lewat ecobrick yang dapat mengurangi dampak buruk dari sampah itu sendiri dan meningkatkan ekonomi bagi yang memanfaatkannya.

"Semoga program CSR Pertamina terkait Ecobrick dapat memberikan solusi untuk membantu mengatasi masalah sampah plastik, kedepan kami akan terus melakukan pendampingan sehingga manfaat yang dirasakan dapat lebih luas," harapnya.(*)