Menilik Langkah OJK Perkuat Perlindungan Konsumen dalam Tingkatkan Literasi Keuangan

2024-10-15T04:42:31.000Z

Penulis:Yunike Purnama

Editor:Redaksi

Kepala OJK Provinsi Sumatera Selatan dan Bangka Belitung Arifin Susanto
Kepala OJK Provinsi Sumatera Selatan dan Bangka Belitung Arifin Susanto

PALEMBANG - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selain memiliki fungsi untuk mengatur, mengawasi, melindungi sektor jasa keuangan, dalam UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) bertambah fungsi dalam upaya mengembangkan. Konsep dalam fungsi mengembangkan ini pun beragam, salah satunya fokus dalam meningkatkan literasi keuangan untuk masyarakat dan perkuat perlindungan konsumen.

Perlu diketahui rendahnya literasi keuangan ternyata juga memberikan dampak ketidakmerataan kondisi perekonomian antar daerah, termasuk di Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel).

Kepala OJK Provinsi Sumatera Selatan dan Bangka Belitung Arifin Susanto mengatakan, "Dari data yang dihimpun dari Survei Nasional Literasi Indeks Keuangan (SNLIK) tahun 2022, Indeks Inklusi Keuangan sebesar 75,02 persen, sedangkan Indeks Literasi Keuangan sebesar 65,43 persen yang artinya gap antara indeks inklusi dan literasi masih tinggi yakni 9,59 persen," ujarnya dalam momen Jurnalis Class Batch 9 bertempat di The Alts Hotel Palembang pada Senin, 14 Oktober 2024.

Arif menekankan, khusus untuk wilayah Sumbagsel angka indeks literasi diatas nasional sudah dicapai Bangka Belitung 62,34 persen, Sumatera Selatan 52,73 persen yang sudah diatas literasi nasional 49,68 persen. Sedangkan Jambi angka literasi masih di angka 46,49 persen, Lampung 41,3 persen dan Bengkulu 30,39 persen.

Kemudian untuk dari angka Inklusi nasional 85,10 persen, Sumatera Selatan sudah diatas nasional yakni 88,57 persen, Bengkulu 88,05 persen, Jambi 85,19 persen. Sedangkan Bangka Belitung masih diangka 79,48 persen dan Lampung di angka 74,81 persen.

Arif menambahkan, peningkatan Inklusi dan literasi keuangan memiliki peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi. Karena Inklusi keuangan memastikan bahwa semua individu, termasuk yang kurang beruntung, memiliki akses ke layanan perbankan, kredit,investasi dan layanan keuangan lainnya. Ini memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam ekonomi formal.

Kemudian pemahaman akan literasi keuangan membantu masyarakat memahami dan mengelola uang mereka dengan lebih baik, membuat keputusan yang lebih terarah terkait investasi, tabungan, dan pengeluaran.

"Perlu dipahami dengan inklusi dan literasi keuangan, orang-orang dapat meningkatkan pendapatan dan mengurangi kemiskinan, berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif,"papar Arif.

Kepala Departemen Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tri Herdianto. Foto: Yunike Purnama/Kabarsiger

Dalam prosesnya penguatan literasi keuangan juga harus sejalan dengan penguatan perlindungan konsumen. Karena maraknya aktifitas keuangan ilegal dengan beragam modus yang terjadi, menuntut masyarakat lebih waspada dari setiap aktivitas keuangan.

Kepala Departemen Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tri Herdianto menekankan mengatakan, "Celah semakin meningkatnya aktivitas keuangan ilegal selain tingkat literasi dan literasi digital masyarakat yang rendah, hal lain penyebabnya malas tidak melakukan pengecekan legalitas investasi, terdesaknya kebutuhan sampai keinginan cepat kaya tanpa usaha,"ujar Tri.

Maka akhirnya banyak yang terjerumus seperti investasi ilegal, pinjol ilegal, gadai ilegal, judi online dan modus lainnya dengan total angka kerugiannya dari tahun 2017-2023 mencapai Rp139,7 Triliun.

Ia mengatakan, dari celah aktivitas ilegal yang ada, solusi terbaik adalah peningkatan kapasitas literasi keuangan secara lebih merata ke masyarakat. Membuka pemikiran masyarakat untuk tidak mencari jalan pintas dengan mengakses layanan keuangan ilegal yang hanya berdampak kerugian lebih besar kedepannya.

Realisasi Program Dorong Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan

Saat ini realisasi yang sudah dilakukan OJK dalam peningkatan literasi keuangan antara lain adanya Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD), Satu Rekening Satu Pelajar (KEJAR), Simpanan Mahasiswa & Pemuda (SiMUDA), Layanan Keuangan Tanpa Kantor dan Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai), Kampanye Nasional Inklusi Keuangan, Implementasi Program Ekosistem Keuangan Inklusif (EKI), Perluas Akses UMKM hingga Kredut Pembiayaan Lawan Rentenir dan Prioritas Sektor Pertanian. 

Selanjutnya ada program Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (GENCARKAN) disiapkan OJK bersama DNKI sebagai upaya bagi seluruh pemangku kepentingan untuk mengorkestrasi gerakan secara nasional guna meningkatkan literasi dan inklusi keuangan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang lebih masif, merata, sinergi, tearah, terukur dan berkelanjutan. 

Penguatan Pelindungan Konsumen

Perlindungan konsumen diperkuat dengan penerbitan POJK Nomor 22 Tahun 2023 dengan substansi perlindungan konsumen memberikan edukasi yang memadai, keterbukaan dan transparansi informasi, perlindungan aset, privasi dan data konsumen, penanganan pengaduan dan penyelesaian sengketa yang efektif dan efisien, terbaru poin penegakan kepatuhan dan persaingan yang sehat.

Mekanisme perlindungan juga diwujudkan dengan penanganan pengaduan oleh OJK melalui APPK (Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen) yang merupakan Sistem Layanan Konsumen dan Masyarakat Terintegrasi (SLKMT) di Sektor Jasa Keuangan yang memberikan layanan Penyampaian Informasi, Penyampaian Pertanyaan dan Penyampaian Aduaan.

Contoh kasus yang sudah ditangani antara lain, penanganan perilaku petugas penagihan, kasus SLIK bahkan ada oknum jual beli informasi SLIK, kasus Social Engineering, Modus Sniffing, iklan keuangan yang menyesatkan hingga penawaran mengatas namakan ADK OJK dan masih banyak lagi.

Dalam perlindungan konsumen dalam OJK juga memiliki SATGAS PASTI yang merupakan wadah koordinasi 16 kementerian dan lembaga dalam rangka pencegahan dan penanganan dugaan tindakan melawan hukum di bidang penghimpunan dana masyarakat dan pengeloaan investasi.

Dari data yang dihimpun entitas ilegal yang dihentikan SATGAS PASTI dari 2017- September 2024 sudah mencapai 21.058 entitas. Pengaduan entitas ilegal yang diterima SATGAS per 30 September 2024 sudah mencapai 12.909.

Tetapi mirisnya di lapangan meski sudah ditutup, bahkan sudah puluhan ribu entitasnya masih saja ada masyarakat yang terjerumus dan masih ada yang mengakses aktivitas keuangan ilegal.

"Pada intinya perlu diingat dari seluruh regulasi yang dilakukan OJK untuk mencegah masyarakat tidak masuk dalam aktivitas keuangan ilegal terletak pada pemahaman sejauh mana masyarakat memahami produk atau layanan keuangan yang ditawarkan, jika masyarakat cerdas pasti akan memperhatikan legalitasnya dan logis dari keuntungan yang ditawarkan. Maka pentingnya penguatan literasi keuangan yang akan terus dilakukan OJK bersama seluruh mitra yang terkait,"tutupnya. (*)