Larangan Terkait Ekspor Nikel Diterpa Ragam Isu, Pengamat: Kebijakan Perlu Dievaluasi

2023-07-04T06:24:57.000Z

Penulis:Yunike Purnama

Editor:Redaksi

lustrasi kontraktor pertambangan nikel, batu bara, dan jasa tambang lain dari PT Darma Henwa Tbk (DEWA) / Dok Perseroan
lustrasi kontraktor pertambangan nikel, batu bara, dan jasa tambang lain dari PT Darma Henwa Tbk (DEWA) / Dok Perseroan

JAKARTA - Kebijakan Indonesia melakukan penyetopan ekspor terutama bijih nikel terus dirundung berbagai isu, mulai dari permintaan IMF untuk mempertimbangkan kembali hingga klaim KPK terkait ekspor ilegal ke China.

Direktur Center of Law and Economic Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengungkapkan, sejak awal pelarangan ekspor untuk hilirisasi ini belum berjalan secara efektif di Indonesia.

"Pelarangan ekspor buat hilirisasi tapi Indonesia masalahnya masih  setengah-setengah mengakibatkan tidak efektifnya pelarangan ekspor nikel selama ini," kata dia kepada TrenAsia.com jaringan Kabarsiger.com  Senin, 3 Juli 2023.

Bahkan Bhima menyoroti, isu lain terkait penemuan KPK adanya kebocoran ekspor bijih nikel ke China. Menurutnya hal ini bukti kebijakan bersifat proteksionisme dan hal ini bukan merupakan solusi yang tepat.

Kebijakan proteksionisme dianggap berisiko tinggi digugat oleh negara maju, seperti yang sudah dilakukan Uni Eropa kepada World Trade Organization (WTO). Indonesia berpotensi kalah di persidangan sudah mengajukan banding.

Kebijakan Setop Ekspor Nikel

Bhima menyebutkan masalah lain dari kebijakan ini adalah banyak pertambangan nikel menjual produk bijih ke fasilitas pengolahan mineral atau smelter dengan harga yang murah dari harga internasional.

Ditambah kebijakan hilirisasi sulit karena banyak faktor. Misalnya hilirisasi batu bara dalam bentuk gasifikasi terbentur isu lingkungan dan inefisiensi ekonomi.

Sedangkan nikel terbentur masih banyaknya tambang ilegal sehingga investor lebih tertarik ambil yang ilegal dibanding bangun smelter. Lalu lanjut Bhima kebijakan sering berganti ganti membuat ketidakpastian tinggi, justru dengan pelarangan ekspor berakibat bisnis tidak pasti.

"Menurut saya terlepas dari IMF ngomong ya batalkan saja, bahkan harusnya dari dulu dibatalkan aja biar bukan kita seolah-olah mengalami hilirisasi tapi masih banyak yang dievaluasi bahkan indonesia dianggap melakukan proteksionisme," katanya.

Sebelumnya, Menteri Investasi atau Kepala Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia murka soal permintaan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) kepada Pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkan kembali kebijakan larangan ekspor nikel.

Bahlil menegaskan, seharusnya IMF tak perlu ikut campur terkait segala kebijakan yang diambil Indonesia, khususnya terkait hilirisasi. Menurutnya, IMF melakukan standar ganda dengan mendukung tujuan hilirasi untuk mendorong transformasi struktural dan penciptaan lapangan kerja.

Bahlil mengatakan, pada medio 2021-2022, target pendapatan negara tetap tercapai. Hal ini tidak seperti pandangan IMF yang menyebut pendapatan negara akan terganggu karena penyetopan ekspor nikel.

"Di sisi lain, IMF menentang kebijakan larangan ekspor karena menurut analisis untung ruginya, menimbulkan kerugian bagi penerimaan negara," ujarnya dalam konferensi pers, Jumat, 30 Juni 2023.(*)