minyak goreng
Penulis:Eva Pardiana
BANDAR LAMPUNG – Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), M. Fanshurullah Asa, menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan sejumlah pelaku usaha industri gula untuk membahas permasalahan dalam industri gula di Provinsi Lampung, Senin (11/22/2024) di Kantor Wilayah II KPPU, Bandar Lampung.
Kegiatan ini bertujuan untuk mendalami isu-isu yang terkait dengan persaingan usaha di industri gula serta mendorong transparansi dan komunikasi yang lebih baik antara regulator, pelaku usaha, dan pemangku kepentingan terkait.
Secara khusus, pertemuan ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi praktik bisnis yang tidak sehat dan memberikan kesempatan bagi pelaku industri untuk memberikan masukan terkait kebijakan, guna memperbaiki iklim persaingan usaha di sektor gula.
Pertemuan ini dihadiri oleh perwakilan dari delapan perusahaan gula besar yang beroperasi di Provinsi Lampung, termasuk PT Gula Putih Mataram, PT Sweet Indolampung, PT Indolampung Perkasa, PT Gunung Madu Plantation, PT Pemuka Sakti Manis Indah, dan PT Sinergi Gula Nusantara Regional Sumatera.
Data terbaru dari Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian mencatat bahwa kebutuhan gula di Indonesia mencapai 6 juta ton, yang terdiri dari 3 juta ton untuk kebutuhan konsumsi dan 3 juta ton untuk kebutuhan produksi industri.
Pada tahun 2023, Provinsi Jawa Timur tetap menjadi penghasil gula terbesar di Indonesia dengan produksi mencapai 1,21 juta ton, jauh di atas provinsi lain. Sementara itu, Provinsi Lampung, yang juga merupakan salah satu pusat produksi gula terbesar, hanya mampu memproduksi sekitar 768,4 ribu ton pada periode yang sama. Sembilan provinsi penghasil gula lainnya rata-rata memiliki produksi sebesar 471,94 ribu ton pada periode 2019-2023.
Meskipun demikian, sektor industri gula di Lampung memiliki potensi besar untuk berkembang, sejalan dengan kebijakan pemerintah yang berfokus pada penguatan sektor pertanian dan perkebunan gula nasional.
Salah satu topik utama dalam FGD ini adalah pola kemitraan antara perusahaan gula dengan petani tebu. Meski kemitraan ini bertujuan meningkatkan produksi dan kualitas tebu, beberapa kendala tetap dihadapi, salah satunya adalah semakin terbatasnya lahan. Selain itu, faktor iklim turut memengaruhi produktivitas, termasuk lahan seluas 30% yang rusak dan tidak bisa direplanting. Harga pupuk yang terus meningkat juga menjadi tantangan bagi petani, yang sebagian besar mengandalkan pupuk berkualitas untuk hasil optimal, meskipun biaya yang tinggi menyulitkan mereka.
Forum ini juga mencatat bahwa harga jual gula rata-rata berada di kisaran Rp14.000 hingga Rp15.000 per kilogram.
KPPU berkomitmen untuk terus mendorong terciptanya iklim persaingan usaha yang sehat di sektor industri gula, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daya saing nasional.
Melalui forum-forum seperti FGD ini, KPPU berharap dapat mengumpulkan masukan konstruktif dari pelaku usaha, sehingga kebijakan yang diambil lebih tepat sasaran dan efektif dalam menjaga keberlanjutan industri gula di Indonesia.
"Kami berharap melalui FGD ini, dialog antara KPPU dan pelaku usaha dapat diperkuat, yang nantinya akan kami sampaikan sebagai saran dan pertimbangan kepada pemerintah sebagai regulator. Upaya ini dilakukan KPPU guna menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi pengembangan industri gula di Lampung maupun di tingkat nasional, sekaligus menjaga persaingan usaha yang sehat dan adil di Indonesia," ujar Ifan, sapaan Ketua KPPU.
KPPU juga berharap kegiatan ini dapat memperdalam pemahaman tentang dinamika pasar gula yang semakin kompleks serta memberikan wawasan kepada pelaku industri mengenai pentingnya menjaga prinsip persaingan usaha yang sehat untuk mencegah praktik-praktik antipersaingan yang merugikan konsumen dan masyarakat luas.
Melalui kegiatan seperti FGD ini, KPPU terus berupaya memastikan persaingan usaha yang sehat di seluruh sektor industri di Indonesia. (*)