Penghargaan
Penulis:Chairil Anwar
Editor:Chairil Anwar
LAMPUNG SELATAN – Dosen Program Studi Kimia Institut Teknologi Sumatera (Itera), Dr. I Putu Mahendra, S.Si., bersama tim Cellulose Carbon Material (CCM) yang terdiri dari beberapa mahasiswa, memanfaatkan limbah batang kelapa sawit menjadi indikator cerdas berupa kertas yang dapat mengecek kesegaran makanan. Penelitian ini dilatarbelakangi melimpahnya batang sawit di Indonesia tapi belum termanfaatkan secara maksimal. Jumlah batang sawit yang melimpah umumnya teronggok menjadi limbah.
Selain itu, selama ini konsumen tidak dapat mengetahui kesegaran pangan secara langsung ataupun visual, terutama untuk produk pangan dalam kemasan. Pengembangan film atau kertas indikator yang ditempel dalam kemasan produk pangan diharapkan dapat membantu konsumen untuk menentukan tingkat kesegaran produk pangan secara visual.
I Putu Mahendra menyebut batang sawit memiliki banyak komponen kimia, salah satunya selulosa dan lignin, yang sering disebut lignoselulosa. Selulosa ataupun lignoselulosa memiliki banyak manfaat untuk kehidupan, yang paling mudah dijumpai adalah dimanfaatkan sebagai kertas. Tidak hanya kertas, selulosa dapat dimanfaatkan sebagai bahan tekstil hingga medis, tentunya dengan modifikasi tertentu.
Lebih lanjut Mahendra menyebut limbah kelapa sawit yang digunakan pada dasarnya tidak ada kriteria tertentu. Semua bagian tanaman kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai sumber lignoselulosa. Dalam proses pengolahannya, mula-mula limbah batang sawit dipotong dan dikeringkan. Limbah batang sawit yang digunakan umumnya adalah 100 g untuk sekali pengerjaan. Lignoselulosa yang diperoleh dari pengolahan tersebut umumnya +/- 35 g.
“Jumlah limbah batang sawit yang digunakan tergolong rendah karena masih bekerja dalam skala laboratorium,” jelas I Putu Mahendra.
Batang sawit yang telah kering dilanjutkan dengan proses penggilingan hingga diperoleh sediaan serbuk. Terdapat beberapa proses yang dilakukan hingga dapat diperoleh lignoselulosa, di antaranya alkalisasi dan pemutihan serat. Selulosa yang diperoleh selanjutnya dilakukan modifikasi secara kimia melalui proses oksidasi menggunakan bahan kimia bernama Tempo. Tahapan penelitian selanjutan, tim Itera bekerja sama dengan rekan di Universitat de Girona untuk memperoleh sediaan nano serat lignoselulosa dalam bentuk gel.
Sediaan gel yang diperoleh selanjutnya dikombinasikan dengan pewarna alam, dalam hal ini adalah ekstrak kubis ungu. Kubis ungu dipilih karena antosianin yang terdapat di dalam kubis ungu memiliki potensi untuk mendeteksi perubahan pH, asam, dan basa. Campuran antara gel dan ekstrak kubis ungu selanjutnya dicetak menjadi film menyerupai kertas dan disimpan dalam kemasan tertutup. Film inilah yang kemudian dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi kesegaran sebuah makanan, baik itu daging, buah, dan lainnya.
Penelitian tersebut dilakukan selama 4—5 bulan di Laboratorium Teknik 3 Itera. Beberapa pekerjaan juga dilakukan di Universitat de Girona, Spanyol.
I Putu Mahendra menyampaikan produk akhir penelitian diharapkan dapat diserap dalam industri pangan untuk mendeteksi kesegaran pangan. Sebab, kesegaran produk pangan di Indonesia saat ini mungkin masih menggunakan perkiraan dan juga produsen hanya mencantumkan label tanggal kedaluwarsa.
“Penggunaan label tanggal tersebut belum tentu akurat karena produk pangan mengalami perpindahan tempat sesuai dengan alur distribusi. Hal ini menyebabkan penurunan kesegaran produk pangan dapat terjadi lebih cepat,” ungkap I Putu Mahendra.
Konsumen tentu tidak dapat mengetahui kesegaran pangan secara langsung ataupun visual, terutama untuk produk pangan dalam kemasan. Pengembangan film indikator ini diharapkan dapat membantu konsumen untuk menentukan tingkat kesegaran produk pangan secara visual. Produk ini dapat diterapkan untuk menentukan kesegaran produk daging potong ataupun minuman berbasis susu.
I Putu Mahendra bersama beberapa mahasiswa yaitu Erlin, Rofif, Jihan, Kartika, Tuah, Sysi, Gamal, dan Intan berharap dapat menemukan formulasi yang tepat dalam memproduksi indikator pengecek kesegaran makanan tersebut, sehingga dapat dimanfaatkan secara luas oleh pengusaha produk pangan untuk membantu konsumen dalam menentukan kesegaran pangan. Dari penelitiannya tersebut, I Putu Mahendra meraih penghargaan Peneliti Terbaik Itera Tahun 2022. (CA)