Dewas KPK Umumkan Sanksi Berat untuk Firli Bahuri

2023-12-27T17:06:24.000Z

Penulis:Yunike Purnama

Editor:Redaksi

 Dewan Pengawas (Dewas) KPK telah mengumumkan sanksi etik berat untuk Ketua nonaktif KPK, Firli Bahuri. Putusan etik terhadap Firli dilakukan di kantor Dewas KPK di Jakarta pada Rabu, 27 Desember 2023.
Dewan Pengawas (Dewas) KPK telah mengumumkan sanksi etik berat untuk Ketua nonaktif KPK, Firli Bahuri. Putusan etik terhadap Firli dilakukan di kantor Dewas KPK di Jakarta pada Rabu, 27 Desember 2023.

JAKARTA - Dewan Pengawas (Dewas) KPK telah mengumumkan sanksi etik berat untuk Ketua nonaktif KPK, Firli Bahuri. Putusan etik terhadap Firli dilakukan di kantor Dewas KPK di Jakarta pada Rabu, 27 Desember 2023. 

Dewas KPK meminta agar Firli mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pimpinan KPK. “Menyatakan terperiksa Firli Bahuri terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran kode etik,” ujar Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean.

“Sanksi berat berupa diminta untuk mengajukan pengunduran diri,” lanjutnya. Pelanggaran etik Firli terkait dengan pertemuannya dengan mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, yang saat ini menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi yang ditangani oleh KPK.

Dewas KPK mengungkapkan Firli mengakui kebenaran adanya foto yang menunjukkan pertemuan antara dirinya dan SYL di GOR bulu tangkis di Mangga Besar pada 2 Maret 2022. Dewas menyatakan Firli mengakui pertemuan tersebut tidak direncanakan. Firli juga mengakui tidak menerima apapun dari SYL melalui ajudannya.

Dewas menyingkap fakta, pimpinan KPK telah memberikan petunjuk untuk penyelidikan terbuka terkait dugaan korupsi dalam pengadaan sapi di Kementerian Pertanian yang diduga melibatkan anggota DPR pada tanggal 29 April 2021.

Dewas menyatakan Firli kemudian melakukan komunikasi dan mengatur pertemuan dengan SYL dan Irwan Anwar pada tanggal 23 Mei 2021. Dewas juga mengungkapkan Firli masih menjalin komunikasi dengan SYL pada September 2023, setelah kasus suap dengan SYL menjadi penyelidikan.

Firli disebut tidak memberitahu seluruh pertemuan dan komunikasinya dengan SYL kepada pimpinan KPK lainnya. Firli baru diketahui memberitahu tentang pertemuan tersebut setelah fotonya menjadi viral di lapangan bulu tangkis.

“Terperiksa mempunyai kesempatan menolak atau tidak berkomunikasi dengan tidak menanggapi pesan Syahrul Yasin Limpo, namun terperiksa tidak melakukan hal itu. Bahkan terperiksa beberapa kali aktif menghubungi saksi Syahrul Yasin Limpo,” ungkapnya, dikutip secara daring melalui YouTube KPK, Rabu, 27 Desember 2023.

Dewas menambahkan Firli terbukti melakukan hubungan dengan SYL—pihak yang perkaranya ditangani oleh KPK. “Terbukti sah melakukan hubungan langsung atau tidak langsung dengan saksi Syahrul Yasin Limpo yang perkaranya sedang ditangani KPK,” sambungnya.

Selain itu, Dewas menjelaskan tentang penyewaan rumah oleh Firli di Jalan Kertanegara senilai Rp645 juta per tahun. Dewas menyatakan Firli mengaku telah menyewa rumah tersebut selama 3 tahun.

Dewas juga mencatat Firli mengaku tidak mencantumkan rumah itu ke Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) karena bukan aset miliknya. Tapi, Dewas tidak sependapat dengan Firli. Dewas KPK mengungkapkan pengeluaran untuk pembayaran sewa itu dilaporkan dalam LHKPN.

Dewas juga mengungkapkan Firli dan keluarganya telah beberapa kali tinggal di rumah Kertanegara itu saat masih dalam status sewa oleh Alex Tirta. Dewas juga mencatat Firli meminta agar Alex Tirta memasang internet sebelum secara resmi menyewa rumah tersebut. Dewas menilai tindakan tersebut tidak pantas dilakukan.

Dewas juga menjelaskan mengenai uang asing senilai Rp7,5 miliar yang tidak tercantum dalam LHKPN. Dewas menyebut Firli mengklaim uang itu bukan gratifikasi dan diterima sebelum dia menjadi Ketua KPK. Dewas KPK menyebut Firli mengaku mendapatkan uang itu saat menjalankan tugas di luar negeri selama bertugas di Polri.

Dewas menyatakan Firli tidak melaporkan pertukaran uang asing ke dalam rupiah. Dewas juga menegaskan Firli seharusnya melaporkan valas itu dalam LHKPN, khususnya pada bagian yang berkaitan dengan kas.

Dewas juga menyebutkan, Firli tidak melaporkan aset kekayaan atas nama istrinya, seperti apartemen dan beberapa bidang tanah, dalam LHKPN. Dewas menyatakan Firli telah mengisi LHKPN dengan tidak jujur, meskipun Firli selalu meminta data kepatuhan LHKPN dari pejabat di daerah sebelum melakukan perjalanan dinas ke suatu daerah.

Hal yang memperberat Firli adalah ia tidak mengakui perbuatannya, ketidakhadirannya dalam sidang kode etik tanpa alasan yang sah, dan adanya kesan memperlambat jalannya persidangan. Sebagai Ketua KPK, Firli seharusnya menjadi contoh yang baik.

Selain itu, Firli sebelumnya pernah dikenai sanksi etik. Dewas menyatakan tidak ada hal yang meringankan bagi Firli.(*)