Cara Pemerintah Obati Babak Belur Industri Tekstil

2023-06-26T20:51:01.000Z

Penulis:Redaksi

Editor:Redaksi

Ilustrasi industri padat karya
Ilustrasi industri padat karya

JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memberikan perhatian penuh terhadap industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) yang saat ini sedang terkontraksi hingga babak belur akibat penurunan nilai maupun volume ekspor. 

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang menyiapkan strategi untuk mengatasi hal ini dengan mengambil kebijakan pengamanan pasar dalam negeri untuk meminimalisasi dampak dari menurunnya permintaan dan potensi dumping dari China. 

“Kami memperoleh laporan bahwa industri serat mulai mengurangi produksinya. Hal ini terjadi karena impor serat dan filamen sintetis, serta kain yang mulai membanjiri pasar dalam negeri,” jelas Menperin, dikutip Senin, 26 Juni 2023.

Terpengaruhnya kinerja industri TPT juga menyebabkan pengurangan tenaga kerja yang cukup signifikan. Hingga saat ini, telah terjadi pengurangan tenaga kerja berupa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor industri TPT hingga mencapai 70 ribu orang.

Untuk itu, Kemenperin akan mengambil kebijakan mitigasi berupa kebijakan jangka pendek dengan meningkatkan pengawasan pasar TPT dalam negeri dan berkoordinasi dengan pemangku kepentingan terkait, serta  kebijakan jangka panjang dengan menjaga pasar TPT dalam negeri, meningkatkan kinerja industri TPT, dan melakukan konektivitas industri TPT dari hulu hingga ke hilirnya. 

Siasat Pemerintah

Kebijakan pengamanan pasar dalam negeri yang telah diterapkan berupa penerapan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) untuk produk benang, kain, tirai, dan karpet serta Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) untuk produk polyester staple fiber (PSF).

Selain itu, Kemenperin mengusulkan perubahan kebijakan pelarangan terbatas (lartas) melalui Surat Nomor B/312/M-IND/IND/XII/2022 tanggal 28 Desember 2022 dan Surat Nomor B/210/IKFT/IND/IV/2023. 

Dalam surat tersebut, Kemenperin mengusulkan perubahan lartas, menarik pengawasan dari post border ke border untuk produk pakaian jadi dan aksesoris pakaian serta barang jadi tekstil, serta meningkatkan pengawasan pelaksanaan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 jo Nomor 40 Tahun 2022 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor khususnya untuk pakaian bekas dan barang bekas lainnya (HS 6309.00.00).

Kemudian, meningkatkan pengawasan terhadap barang beredar berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penetapan Barang yang Wajib Menggunakan atau Melengkapi Label Berbahasa Indonesia, dan mengusulkan revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Kebijakan tersebut diharapkan dapat membantu memperbaiki kondisi industri TPT dalam negeri.

Hal lain yang akan dilakukan adalah segera menyusun Standar Bidang Industri, meliputi perumusan Spesifikasi Teknis (ST) dan Pedoman Tata Cara (PTC). Penyusunan ST dan PTC memiliki tujuan untuk memberikan kepastian usaha, kelancaran dan efisiensi transaksi perdagangan di dalam negeri dan Internasional. Dengan dilakukannya penyusunan ST dan PTC, diharapkan dapat meningkatkan daya saing nasional, mewujudkan persaingan usaha yang sehat dan transparan dalam perdagangan, dan kepastian dalam berusaha.

Kemenperin juga akan mengevaluasi keberadaan Pusat Logistik Berikat (PLB) yang berjumlah 106 PLB, tersebar di 159 lokasi. Evaluasi terhadap PLB ini perlu dilakukan karena disinyalir ada penyimpangan pengeluaran barang asal impor dari PLB yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PMK Nomor 28/PMK.04/2018 j.o. PMK Nomor 272/PMK.04/2015 Tentang Pusat Logistik Berikat. Hal ini terlihat dari banyaknya pakaian jadi asal impor di e-commerce dengan harga yang jauh lebih murah dan sampai di konsumen dengan cepat.

Relaksasi Setrum hingga Perkuat Ekspor

Langkah selanjutnya menindaklanjuti Usulan Insentif Keringanan Pembayaran Listrik untuk Industri yang disampaikan melalui persuratan oleh Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) kepada Direktur Utama PT PLN (Persero) berupa relaksasi pembayaran tagihan listrik, penetapan besaran denda keterlambatan pembayaran dengan rate wajar, penetapan satu tarif listrik (tarif luar waktu beban puncak bagi industri yang beroperasi 24 jam), pemberian keringanan tarif listrik, dan pelonggaran penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap.

Kemenperin juga telah mengambil kebijakan melalui program peningkatan ekspor, pengendalian impor, serta peningkatan daya saing industri. Program peningkatan Ekspor dijalankan dengan mendorong kerja sama Free Trade Agreement (FTA) dengan Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS). 

Selanjutnya, memperkuat promosi guna mencari pasar. Sedangkan pengendalian impor ditempuh melalui harmonisasi tarif, penerapan trade barrier BMTP dan BMAD, pelaksanaan pemberian alokasi Persetujuan Impor (PI) dan Verifikasi Kemampuan Industri (VKI) dalam rangka Neraca Komoditas, dan pengembangan Indonesia Smart Textile Industry Hub (ISTIH).

Adapun untuk meningkatkan daya saing industri, pemerintah melakukan pengembangan dan pelatihan SDM industri, restrukturisasi mesin dan peralatan industri, serta memberikan subsidi harga gas bumi tertentu (HGBT), dalam hal ini bagi industri hulu tekstil.

Ekonomi Melambat

Pada kuartal I-2023, laju pertumbuhan PDB industri TPT sebesar 0,07%, melambat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 3,61% yoy. Kontribusi PDB industri TPT terhadap PDB nasional pada Triwulan I - 2023 juga mengalami penurunan menjadi 1,01% jika dibandingkan dengan triwulan I-2022 sebesar 1,1%. Penurunan juga terjadi pada utilisasi industri tekstil bulan Mei 2023, yaitu menjadi 67,59%. Begitu pula industri pakaian jadi yang penurunan utilisasinya menurun hingga 74,79%.

Kondisi ini tidak lepas dari situasi ekonomi dunia, yang pertumbuhannya diprediksi International Monetary Fund (IMF) melambat menjadi 2,9% pada 2023. Bank Indonesia juga memprediksi perlambatan Produk Domestik Bruto (PDB) Amerika Serikat tahun 2023 sebesar 0,9% jika dibandingkan tahun sebelumnya.

Hal yang sama juga terjadi pada kawasan Eropa dan negara tujuan ekspor lainnya. Kondisi tersebut berdampak pada kinerja Industri TPT nasional yang memiliki tujuan utama ekspor ke Amerika Serikat dan Eropa. Penurunan nilai ekspor TPT pada periode Januari-April 2023 tercatat US$3,7 miliar, turun 28,44% jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$5,1 miliar.

Selanjutnya, pasar produk TPT juga mengalami serbuan impor dari Tiongkok. Negara tersebut mengalami penumpukan inventory akibat menurunnya permintaan dari Amerika Serikat dan Eropa, sehingga mulai mencari negara pasar baru untuk menampung hasil produksinya, termasuk Indonesia. (*)