BUMN
Penulis:Yunike Purnama
Editor:Redaksi
JAKARTA – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir menyatakan utang BUMN Karya kepada himpunan bank milik negara (Himbara) mencapai Rp70 triliun.
Menggunungnya utang BUMN Karya sampai-sampai mengharuskan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk untuk menyiapkan Perjanjian Restrukturisasi Induk atau Master Restructuring Agreement (MRA). MRA tersebut disusun untuk merespons utang PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA).
Direktur Manajemen Risiko BMRI Ahmad Siddik Badruddin menyampaikan, penyusunan MRA dilakukan bersama para pemberi pinjaman lain (lender). Skema restrukturisasi ini diharapkan selesai akan selesai dalam beberapa minggu ke depan.
"Bank Mandiri sampai dengan saat ini berpartisipasi bersama lender-lender lain dalam proses penyusunan master restructuring agreement dengan semua kreditur dan vendor, untuk memformulasikan skema restrukturisasi yang terbaik, yang optimal dan bisa address semua concern dari semua stakeholders di kedua debitur tersebut," ujar Sidik saat paparan kinerja Bank Mandiri Semester I-2023 secara virtual (31/7).
TrenAsia kemudian melacak daftar dan jumlah utang Perusahaan induk BUMN Karya lewat laporan keuangan kuartal I-2023 di Bursa Efek Indonesia. Berikut adalah rinciannya:
Peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga rasanya pas menggambarkan kondisi Waskita Karya saat ini.
Belum selesai menyehatkan kondisi keuangan dari menggunungnya utang, bobrok korupsi BUMN Karya ini malah terbongkar. Belum lama ini, mantan Direktur Utama Waskita Karya, Destiawan Soewardjono ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Destiawan yang kini mendekam di Rutan Salemba tak sendiri, sebelumnya Kejagung telah menetapkan rekan sejawatnya sebagai tersangka yakni Direktur Operasi Bambang Rianto, Direktur Keuangan dan Manajemen periode Mei 2018-Juni 2020 Haris Gunawan, dan Direktur Keuangan dan Manajemen periode Juli 20220-Juli 2022 Taufik Hendra Kusuma.
Meski para petingginya rontok dibui, proses restrukturisasi utang WSKT tetap bergulir. Catatan 31 laporan keuangan kuartal I-2023 menuliskan, utang bank jangka panjang kepada empat bank nasional tergolong dalam perjanjian restrukturisasi induk.
Keempat bank tersebut adalah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI senilai Rp7,51 triliun, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Rp4,55 triliun. Lalu, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk alias BRI sebanyak Rp2,64 triliun dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk atau BSI Rp2,03 triliun.
Waskita juga masih menanggung utang sindikasi ke Bank Mandiri Rp3,39 triliun, BRI Rp1,19 triliun, dan BNI Rp312 miliar. Total utang jangka panjang Waskita tercatat kepada bank-bank BUMN mencapai Rp28,06 triliun.
Selain itu, terdapat 17 bank sebagai pihak ketiga yang juga merestrukturisasi utang Waskita Karya. Total utang jangka panjang ke bank-bank non BUMN itu mencapai Rp18,46 triliun.
Dengan demikian, bank BUMN menjadi kreditur terbesar dengan menyumbang lebih dari setengah total utang WSKT. Hingga akhir Maret 2023, total utang bank WSKT mencapai Rp46,53 triliun dari total liabilitas perseroan senilai Rp84,37 triliun.
Tumpukan utang Waskita juga mengalir ke lembaga keuangan non bank seperti PT Sarana Multi Infrastruktur dengan total Rp4,02 triliun. Terdapat juga pinjaman senilai Rp965 miliar ke PT Indonesia Infrastruktur Finance. Total pinjaman jangka panjang Waskita Group kepada lembaga keuangan non bank mencapai Rp5,14 triliun.
Adapun total pinjaman obligasi perseroan hingga kuartal I 2023 sebesar Rp6,60 triliun.
Catatan 36 laporan keuangan kuartal I-2023 menyatakan, PT PP menanggung utang bank dan Lembaga keuangan jangka panjang senilai Rp9,14 triliun. Lender terbesar PTPP adalah Bank Mandiri dengan nilai utang sebanyak Rp4,44 triliun.
Utang kepada Bank Mandiri termasuk dalam utang pihak berelasi bersama dengan utang kepada Bank BTN Rp1,54 triliun, bank Syariah Indonesia Rp910,51 miliar, dan BNI Rp67,71 miliar. Total utang jangka panjang untuk pihak berelasi mencapai Rp6,96 triliun. Kepada pihak ketiga, PTPP berutang kepada 11 bank dan Lembaga keuangan.
Adapun utang dengan jatuh tempo satu tahun nilainya Rp786,21 miliar. Sehingga, total utang bank dan lembaga keuangan PTPN mencapai Rp9,93 triliun. Jika ditambah dengan utang obligasi dan lain-lain, PTPP mencatat liabilitas mencapai Rp43,8 triliun atau setara dengan 74,7% dari total asset sebesar Rp58,7 triliun pada kuartal I-2023.
Liabilitas tersebut merupakan akumulasi dari liabilitas jangka pendek sebesar Rp26,61 triliun dan liabilitas jangka panjang Rp17,19 triliun.
Wijaya Karya juga merupakan salah satu perusahaan yang memiliki utang triliunan ke sejumlah bank BUMN. Berdasarkan laporan keuangan per 31 Maret, WIKA tercatat memiliki sejumlah pinjaman jangka pendek kepada para pihak berelasi sebesar Rp5,77 triliun.
Bank Mandiri menjadi pemberi pinjaman paling besar dengan nilai hingga Rp3,87 triliun. Berikutnya adalah BNI sebesar Rp734 miliar, BRI Rp500 miliar. Untuk pinjaman jangka pendek, utang WIKA mengalir ke BNI senilai Rp219 miliar, BTN senilai Rp117,47 miliar, dan BRI senilai Rp22,83 miliar.
Jika utang WIKA sebagai entitas induk ditambah dengan entitas anak WIKA digabungkan, maka pinjaman jangka pendek WIKA kepada Himbara mencapai Rp6,93 triliun.
Terakhir, Adhi Karya mencatat akumulasi liabilitas sebesar Rp30,29 triliun pada kuartal I-2023. Nilai itu sedikit berkurang dari sebelumnya Rp31,16 triliun pada kuartal I-2022. Total liabilitas ADHI setara dengan 77,4% dari total asetnya yang berjumlah Rp39,2 triliun.
Adhi Karya memiliki utang bank dengan tempo jangka pendek dan panjang masing-masing Rp4,17 triliun dan Rp899 miliar. Kepada himbara, ADHI berutang jangka pendek Rp1,19 triliun. BNI Rp583,118 miliar, BRI Rp325,65 miliar.