Bank Digital Disebut Lebih Sulit Salurkan Kredit Ketimbang Menghimpun Dana

2022-03-07T08:45:09.000Z

Penulis:Yunike Purnama

Editor:Yunike Purnama

Ilustrasi Bank Digital.
Ilustrasi Bank Digital.

BANDARLAMPUNG - Salah satu tantangan terbesar yang mesti dipenuhi oleh perbankan berbasis jaringan internet atau bank digital dalam mengoptimalkan penyaluran dana adalah menghadirkan aplikasi andal yang bisa membaca dengan baik kemampuan nasabah membayar kredit.

Mengacu pada laporan Moody’s, teridentifikasi bahwa bank digital lebih sulit dalam menyalurkan kredit ketimbang dengan menghimpun dana masyarakat.

Menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Piter Abdullah, menyalurkan dana yang sudah dikumpulkan ke masyarakat dalam bentuk kredit adalah tantangan bagi seluruh bank, baik konvensional maupun digital.

“Belum ada aplikasi yang bisa memudahkan bank menyalurkan kredit. Bagaimana menerapkan prinsip 5C dalam penyaluran kredit pada sebuah aplikasi sehingga kredit yang disalurkan bisa diyakini aman,” ucapnya, dikutip Senin, 7 Maret 2022.

Harus Penuhi Prinsip 5C

Untuk diketahui, prinsip 5C adalah prinsip yang digunakan bank atau pemberi pinjaman lainnya untuk mengukur kelayakan debitur (peminjam) dalam menerima kredit. Prinsip 5C ini terdiri dari character (karakter), capacity (kapasitas keuangan), capital (modal), condition (kondisi) dan collateral (agunan).

Di samping itu, belakangan ini ada tambahan 1C lagi, yakni constraint (hambatan). Adapun teknologi informasi yang dimiliki oleh bank digital harus bisa membaca 5C ini sebelum menyalurkan kredit. Piter menjelaskan, aplikasi semacam ini belum dimiliki.

“Tujuannya agar bisa meyakinkan (bank) bahwa calon penerima kredit benar-benar bisa dan diyakini akan mengembalikan kreditnya,” jelasnya.

Aplikasi ini pun mesti mengembangkan atau terkoneksi dengan berbagai data nasabah yang menjelaskan faktor 5C nasabah, termasuk dalam melakukan credit scoring nasabah.

“Kalau aplikasi ini berjalan, semua sektor bisa saja dilayani sesuai kebijakan bank,” paparnya.

Moody’s Investor Service, sebuah perusahaan jasa analisis keuangan dan analisis atas lembaga usaha dan lembaga pemerintah, sebelumnya menyatakan bahwa model bisnis dalam siklus kredit menjadi tantangan bagi bank digital di Asia Tenggara.

Melalui laporan bertajuk “Dampak Bank Digital Pada Inovasi dan Inklusi”, Moody’s menguak bahwa terlepas dari ekspansi kuat ke segmen waralaba, perkembangan bank digital di Asia Tenggara masih tahap awal.

Namun, bank digital dianggap sudah cukup berhasil dalam merangkul masyarakat yang belum terlayani. Keberhasilan bank digital bakal bergantung pada kemampuan mereka untuk menanggung orang-orang yang tidak memiliki rekening bank dan tidak terlayani sehingga lebih menguntungkan.

“Keuangan beberapa bank digital sejauh ini menunjukkan bahwa mereka lebih berhasil menarik simpanan daripada pinjaman penjaminan,” demikian laporan Moody’s.(*)