Afrika Tengah Lakukan Referendum Konstitusi untuk Masa Jabatan Tak Terbatas Presiden

2023-07-31T15:12:01.000Z

Penulis:Redaksi

Editor:Redaksi

Republik Afrika Tengah melakukan pemungutan suara dalam sebuah referendum konstitusi Minggu 30 Juli 2023 waktu setempat
Republik Afrika Tengah melakukan pemungutan suara dalam sebuah referendum konstitusi Minggu 30 Juli 2023 waktu setempat

AFRIKA - Republik Afrika Tengah melakukan pemungutan suara dalam sebuah referendum konstitusi Minggu 30 Juli 2023 waktu setempat. Pemungutuan suara tersebut berpotensi menghapus masa jabatan presiden yang selama ini ditetapkan maksimal dua periode (10 tahun). 

Hal ini memungkinkan Presiden Faustin-Archange Touadera mencalonkan diri untuk periode ketiga pada tahun 2025. Touadera kali pertama terpilih pada tahun 2016 untuk masa jabatan lima tahun dan terpilih kembali pada tahun 2020 yang seharusnya menjadi periode jabatan terakhirnya. 

Konstitusi baru akan mengatur ulang masa jabatan, memungkinkannya mencalonkan diri untuk masa jabatan baru selama tujuh tahun. Jumlah masa jabatan dalam pemilihan presiden juga tidak akan dibatasi.

Partai oposisi dan beberapa kelompok masyarakat sipil telah menyerukan boikot terhadap referendum tersebut. Mereka referendum itu dirancang untuk mempertahankan Touadera berkuasa seumur hidup.

Dilansir dari Reuters, Senin, 31 Juli 2023, jumlah pemilih di tempat pemungutan suara di pinggiran utara ibu kota Bangui pada hari Minggu pagi terbilang sedikit. Hanya sekitar dua puluh pemilih dalam antrean. 

“Saya berharap teman-teman saya turut berpartisipasi secara masif dalam pemungutan suara. Yang benar-benar saya inginkan adalah stabilitas bagi negara agar bisa mencapai kemajuan,” kata Laurent Ngombe, seorang guru dan salah satu orang pertama yang memberikan suara.

Dibantu Rusia

Negara yang terkurung daratan ini memiliki luas wilayah sebesar Prancis dan berpenduduk sekitar 5,5 juta orang. Afrika Tengah akan sumber daya mineral, termasuk emas, berlian, dan kayu. Sejak meraih kemerdekaan dari Prancis pada tahun 1960, negara ini telah menyaksikan gelombang ketidakstabilan, termasuk kudeta dan pemberontakan.

Touadera, yang berusia 66 tahun dan seorang ahli matematika, telah berjuang untuk meredam kelompok pemberontak yang menguasai sebagian wilayah negara sejak mantan Presiden Francois Bozize digulingkan pemberontakan lain pada tahun 2013.

Pada tahun 2018, Touadera meminta bantuan Rusia untuk mengatasi pemberontak. Sejak saat itu, lebih dari 1.500 tentara, termasuk instruktur dan kontraktor militer swasta dari kelompok Wagner Rusia, telah dikerahkan di negara tersebut bersama tantara/pasukan nasional.(*)