Uniknya Berpuasa Ramadan di Negeri Orang
Eva Pardiana - Jumat, 29 April 2022 23:46MALANG — Menjalankan puasa di luar negeri aadalah tantangan tersendiri, terlebih di negara dengan penganut muslim yang minoritas. Itulah yang dirasakan Bayu Dharmala, staf Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang sedang menuntut pendidikan S-2 di The University of Arizona, Amerika Serikat.
Bayu—sapaan akrabnya—menceritakan suasana Ramadan dan hari biasa di Amerika, khususnya Arizona, terasa sama. Hal ini terjadi karena pemeluk muslim merupakan minoritas di daerah tersebut. Suasana Ramadan di AS membuat anak tunggal tersebut harus mandiri dalam mempersiapkan sahur maupun berbuka.
Pelaksanaan puasa yang bertepatan dengan musim panas di Amerika juga menjadi tantangan tersendiri bagi Bayu. "Ramadan di Indonesia identik dengan kajian, patroli untuk membangunkan sahur, takjil, dan lain sebagainya," kata Bayu, Jumat, 29 April 2022.
- Siaran TV Analog Dimatikan Mulai 30 April 2022, Simak Cara Beralih ke Digital
- Akhirnya, Avatar 2: The Way of Water Rilis Setelah 13 Tahun Dinantikan
- IIB Darmajaya Berikan Beasiswa Apresiasi kepada Aparatur Desa di Lampung
Namun, suasana tersebut tidak dapat dirasakan Bayu di Arizona. Oleh karena itulah, ia tidak bisa mengandalkan suara azan maupun suara orang patroli untuk mengetahui waktu sahur dan berbuka puasa. Dia hanya mengandalkan alarm di smartphone sebagai penunjuk waktu.
Alumnus UMM asal Pasuruan itu menambahkan waktu untuk berpuasa di Amerika berlangsung lebih lama dibanding jika berada di Indonesia. Total waktu puasa di Amerika adalah 14 jam 30 menit. Sahur dimulai pukul 04.30 sampai 04.45 lalu waktu berbuka puasa adalah pukul 19.00. Sementara waktu tarawih dimulai pada pukul 20.00.
"Di Arizona, ada satu masjid yang dekat dengan tempat tinggal saya, bernama Susan Islamic Centre," katanya. Di masjid tersebut biasanya Bayu melaksanakan tarawih berjemaah bersama dengan masyarakat muslim lainnya di Arizona.
Pengalaman Unik
Ada beberapa hal unik yang dialami Bayu selama menjalani tarawih di masjid tersebut, salah satunya jumlah rakaat salat yang tidak biasa.
"Di sini, tarawih berjumlah 10 rakaat dan disusul salat witir berjumlah tiga rakaat. Jadi, total solat tarawih di Arizona adalah 13 rakaat," katanya.
Ada pula hal unik lainnya yang dialami Bayu, yakni banyak teman kuliahnya yang belum mengerti akan puasa. Karena hal tersebut, pada waktu makan siang beberapa teman sering memberi Bayu makanan berupa roti maupun coklat.
"Kadang saya bingung bagaimana menolak pemberian mereka tanpa menyakiti hati. Biasanya saya menerima makanan yang diberikan lalu saya simpan untuk berbuka puasa," ujarnya.
Meskipun tidak bisa merasakan Ramadan seperti di Indonesia, Bayu mengatakan suasana Ramadan bisa didapatkan dari komunitas muslim yang ada di Arizona, yaitu Muslim Student Association (MSA). Komunitas ini sering mengadakan buka puasa bersama setiap seminggu sekali.
"Berkat berkumpul bersama saudara-saudara muslim lainnya di Arizona, saya jadi merasakan bagaimana suasana Ramadan. Meskipun tidak bisa menjalani puasa seperti tahun-tahun sebelumnya, perbedaan yang ada membuat saya memaknai lebih dalam mengenai arti bulan Ramadan," tandasnya. (*)
Tulisan ini telah tayang di eduwara.com oleh Setyono pada 29 Apr 2022