Tidak Terapkan Tarif Sesuai SK Gubernur Sulsel, Grab Dinilai Ingin Bersaing dengan Tidak Sehat

Eva Pardiana - Jumat, 24 Maret 2023 12:26
Tidak Terapkan Tarif Sesuai SK Gubernur Sulsel, Grab Dinilai Ingin Bersaing dengan Tidak SehatIlustrasi layanan taksi online Grab Car (sumber: Dok. Grab)

MAKASSAR – Gabungan driver taksi online di Makassar Sulawesi Selatan yang tergabung dalam komunitas Podo 33 menyesalkan sikap salah satu aplikator yakni Grab yang belum mengikuti tarif baru sesuai Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 2559/XII/Tahun 2022.

Koordinator Podo 33, Herman atau yang akrab disapa Eeng menyebut Grab sedang berusaha menguasai pasar dengan cara yang tidak elegan yaitu menerapkan tarif rendah.

"Saya lihat Grab ini ingin berkompetisi tidak sehat. Mereka masih pakai tarif lama. Kalau mau beroperasi di Makassar, minimal pakai modal lah, jangan pakai cara yang licik," ungkap Eeng, Selasa (21/3/2023).

Padahal, lanjut Eeng, semua aplikator taksi online yang beroperasi di Sulawesi Selatan telah mengadakan pertemuan dengan Dinas Perhubungan setempat dan menandatangani kesepakatan untuk menaati Keputusan Gubernur terkait penyesuaian tarif.

"Setelah aturan ini diberlakukan, semua sudah sepakat tidak akan melanggar, namun faktanya, hanya GoCar dan Maxim yang mengikuti aturan, sementara Grab tetap menggunakan tarif lama," ujarnya.

Eeng juga menyayangkan Pemprov Sulawesi Selatan yang tidak melakukan pengawasan dan tidak pula memberikan sanksi tegas pada aplikator yang mengabaikan aturan penyesuaian tarif.

Dishub Dinilai Tidak Akuntabel

Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Rizal Pauzi meragukan seluruh aplikator telah sepakat menerapkan tarif baru. Pasalnya, pada beberapa kali agenda Rapat Dengar Pendapat (RDP) selalu diklaim ada kesepakatan, tetapi  kesepakatan itu tidak multi stakeholder.

"Yang bersepakat hanyalah pihak yang berdemo dengan Dishub. Perwakilan aplikator mungkin hadir, tapi hanya sekadar menyetujui apa yang menjadi putusan Dishub," ungkapnya.

Akademisi milenial itu juga menilai Dishub kurang objektif dalam melaksanakan kebijakan, sebab yang diakomodir hanya kepentingan pihak yang menggelar aksi demo saja, padahal ada sekitar 5000-an driver di Sulawesi Selatan.

"Jangan-jangan kesepakatan itu terjadi karena intervensi saja," imbuhnya.

Rizal juga menyebut Gubernur Sulawesi Selatan dan leading sector-nya, termasuk Ombudsman, lambat merespon dan menindaklanjuti aduan dan keberatan masyarakat terkait kenaikan tarif angkutan sewa khusus atau taksi online.

Selain itu, Pemprov juga diyakini tidak akan bisa melalukan pengawasan implementasi kebijakan, jika tidak memiliki database pihak yang diawasi.

"Sesuatu itu bisa diawasi kalau kita punya database-nya, sayangnya Dishub tidak punya data berapa banyak driver yang harus diawasi, berapa kali RDP mereka tidak tahu berapa jumlahnya, padahal ini bisnis digital, masing-masing aplikator pasti punya datanya. Berapa banyak pemasukan yang diterima Pemprov dari retribusi angkutan sewa khusus ini pun tidak pernah disampaikan," bebernya.

Menurut Rizal tarif taksi online boleh dinaikkan dengan syarat ada peningkatan layanan. Untuk mengawasi hal ini, Pemprov harus menyiapkan tim yang akuntabel dan melibatkan representasi dari driver dan masyarakat dalam mengawasi prakteknya.

Dishub juga seharusnya melakukan evaluasi berkala, pada Permenhub No.118 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus dijelaskan setiap 6 bulan tarif bisa dievaluasi. Artinya, Dishub harus menyiapkan instrument evaluasi untuk melihat apakah kenaikan tarif ini benar-benar meningkatkan kesejahteraan driver atau tidak, kalau memang tidak harus ditinjau kembali.

"Saya juga sempat mengkonfirmasi ke salah satu aplikator bahwa memang kenaikan tarif ini menurunkan jumlah permintaan secara signifikan karena terlalu tinggi," pungkas Rizal. (*)

RELATED NEWS