Sederet Akibat Hukum yang Timbul dari Kepailitan
Yunike Purnama - Minggu, 12 November 2023 05:01JAKARTA - Kepailitan merupakan sita umum atas semua kekayaan Debitur Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Undang-Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan). Untuk dapat dinyatakan pailit, terdapat syarat-syarat yang harus terlebih dahulu dipenuhi.
Syarat dinyatakannya pailit terhadap sebuah pihak diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) UU Kepailitan. Poin-poin yang dapat digaris bawahi dalam pasal tersebut tersebut yaitu bahwasannya debitor harus memiliki minimal dua kreditor. Kemudian poin kedua yaitu tidak membayar lunas terhadap setidaknya satu utang kepada kreditor.
Ketiga, utang yang dimiliki debitor telah jatuh tempo sehingga dapat ditagih. Poin terakhir dari pasal tersebut yaitu pailit dapat dilakukan karena permohonannya sendiri ataupun oleh salah satu atau lebih kreditornya.
Selain dapat dimohonkan oleh debitor dan kreditor, dalam UU Kepailitan disebutkan bahwa terdapat pihak lain yang dapat memohonkan pailit. Mereka yaitu Kejaksaan yang dapat memohonkan pailit untuk kepentingan umum. Kemudian terdapat Bank Indonesia yang dapat memohonkan pailit terhadap bank yang menjadi debitor.
Selanjutnya terdapat Badan Pengawas Pasar Modal yang hanya dapat memohonkan pailit terhadap Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian. Terakhir, Menteri Keuangan yang dapat memohonkan pailit terhadap Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik.
Apabila sebuah debitor dipailitkan, maka terdapat akibat hukum yang bakal timbul. Bagi debitor, akibat hukum yang timbul ialah hilangnya haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit. Hak tersebut hilang sejak tanggal putusan dibacakan sedari pukul 00.00 waktu setempat (zero hour rule) sebagaimana Pasal 24 UU Kepailitan.
Kemudian terhadap pihak kreditor, keadaan pailit berakibat hukum Semua perikatan debitor terbit sesudah pailit tidak dapat dibayarkan dari harta pailit. Jika tetap dilakukan, tidak mengikat, kecuali menguntungkan harta pailit sebagaimana Pasal 25 UU Kepailitan.
Akibat yang kedua yaitu tuntutan mengenai hak dan kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan kepada Kurator sebagaimana dalam Pasal 26 UU Kepailitan. Terakhir yaitu tuntutan terhadap pemenuhan perikatan dari harta pailit diajukan dalam rapat pencocokan utang.
Akibat hukum juga timbul kepada Kreditor Pemegang Jaminan sebagaimana dalam Pasal 55-59 UU Kepailitan. Setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan.
Kemudian dalam Pasal 56, hak eksekusi kreditor ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan. Penangguhan tersebut Penangguhan tidak berlaku terhadap tagihan yang dijamin dengan uang tunai dan hak kreditor terhadap perjumpaan utang.
Adapun Kreditor sparatis dapat melaksanakan hak eksekusinya dalam waktu 2 (dua) bulan setelah debitor insolvensi. Terakhir, Kurator dapat menuntut agar benda jaminan diserahkan untuk dijual di depan umum setelah lewat jangka waktu.
Terhadap harta pailit, kondisi tersebut menimbulkan akibat hukum seluruh harta berada dalam sita umum. Namun terdapat pengecualian sebagaimana Pasal 22 UU Kepailitan yaitu Hewan, Perlengkapan debitor dan keluarganya, Alat medis untuk Kesehatan, Makanan untuk debitor dan keluarganya selama 30 hari.
Harta lain yang masuk dalam pengecualian yaitu apa saja yang diperoleh dari pekerjaan debitor seperti upah dan gaji serta uang yang diberikan kepada debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah menurut undang-undang.
Kondisi pailit juga berakibar hukum terhadap Eksekusi seperti dalam Pasal 31 UU Kepailitan. Disebutkan bahwa jika eksekusi sudah sedemikian jauh, hari penjualan benda sudah ditetapkan, dengan ijin hakim pengawas, maka Kurator dapat meneruskan penjualan atas tanggungan harta pailit. Penjualan tersebut masuk ke dalam harta pailit dan tidak diberikan kepada kreditor.
Terhadap badan hukum, kepailitan tidak menyentuh status badan hukum, tidak mengakibatkan perseroan bubar dan kepailitan hanya mencakup harta kekayaan badan hukum sebagaimana pasal 24 UU Kepailitan. Adapun terhadap karyawan, Kurator dapat melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadapnya.
Terakhir, terhadap gugatan dan penetapan pelaksanaan putusan sebagaimana Pasal 29, kepailitan berakibat perkara gugur demi hukum bila tuntutan hukum terhadap debitor sedang berjalan. Kemudian, segala penetapan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah dimulai sebelum kepailitan, dihentikan seketika. Serta semua penyitaan hapus dimana jika perlu hakim pengawas harus memerintahkan pencoretan.(*)