Realisasi HGBT Tak Mencapai 100 Persen, Ini Biang Keroknya

Yunike Purnama - Rabu, 28 Februari 2024 20:55
Realisasi HGBT Tak Mencapai 100 Persen, Ini Biang KeroknyaSatuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak Dan Gas Bumi (SKK Migas) menyebut penyerapan gas industri murah melalui kebijakan harga gas bumi tertentu atau HGBT tak mencapai 100% dari target. (sumber: Ist)

JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak Dan Gas Bumi (SKK Migas) menyebut penyerapan gas industri murah melalui kebijakan harga gas bumi tertentu atau HGBT tak mencapai 100% dari target.

Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas Kurnia Chairi mengatakan, ada beberapa masalah yang menyebabkan gas murah di industri tak terserap optimal yakni di angka 95%.

“Kami sedang melakukan evaluasi dan memang faktornya cukup banyak. Pertama ada faktor dari hulu itu sendiri,” kata Kurnia dalam Webinar pada Rabu, 28 Februari 2024.

Menurut Kurnia, dari sisi hulu migas ada rencana-rencama produksi yang mengalami kendala operasional. Hal ini mengakibatkan alokasi yang telah direncanakan dalam keputusan menteri menjadi ada sedikit fluktuasi yang meningkat dan menyebabkan penurunan.

Kedua, ada faktor dari sisi midstream dan downstream. Pasalnya ada industri yang ‘belum mampu’ menyerap karena kendala operasional atau karena turn around atau bahkan mungkin sedang shutdown sementara.

Selain itu, Kurnia juga melihat adanya hal lain yang turut berpengaruh yakni faktor ketidakcukupan bagian negara untuk menjaga bagian kontraktor tetap utuh.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sendiri akan mengevaluasi kelanjutan kebijakan ini. Koordinator Penyiapan Program Migas Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM Rizal Fajar Muttaqien mengatakan, pihaknya saat ini tengah melakukan proses review terhadap pengguna HGBT. Salah satunya, dengan berkoordinasi bersama Kementerian Perindustrian.

Hilangnya Potensi Penerimaan Negara

SKK Migas menyebut ada lebih dari US$1 miliar atau sekitar Rp15,67 triliun (asumsi kurs Rp15.667 per dolar AS) potensi penerimaan negara yang hilang akibat kebijakan harga gas bumi tertentu atau HGBT sepanjang 2023.

Kurnia mengatakan, potensi hilangnya pendapatan negara itu masih dalam hitung-hitungan awal dan perlu rekonsiliasi lanjutan.  

Lebih lanjut kata Kurnia, hilangnya pendapatan negara yang cukup besar itu dibarengi dengan pengembalian sejumlah kontrak volume dan gas ke perjanjian jual beli gas (PJBG) awal sebelum beleid HGBT terbit pertama kali lewat Kepmen ESDM No.89 tahun 2020.

“Kalau kami mencatat mungkin jumlahnya di 2023 ini bisa mencapai lebih dari US$1 miliar ada potensi penurunan penerimaan negara atau penyesuaian penerimaan negara,” papar Kurnia.

Adapun jika mengacu Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 91.K/MG.01/MEM/2023, HGBT tidak lagi dipatok US$6 per juta metrik british thermal unit (MMBtu). Namun sebagian industri saat ini mendapat penyusutan alokasi volume dan harga gas bisa di level tertinggi US$7 per MMBtu.  

Sekadar informasi, adanya pengurangan penerimaan negara itu sebagai konsekuensi dari aturan kept whole contractor yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Pemerintah harus memastikan tidak adanya pengurangan penerimaan kontraktor dari program HGBT. (*)

Editor: Redaksi
Bagikan
Yunike Purnama

Yunike Purnama

Lihat semua artikel

RELATED NEWS