Pengamat: Isu Merger BUMN Penerbangan Malah Makin Tidak Efisien
Yunike Purnama - Kamis, 24 Agustus 2023 12:54JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, beberapa hari lalu mengemukakan wacana untuk menggabungkan atau merger tiga maskapai BUMN, yaitu Pelita Air, Garuda Indonesia dan Citilink. Wacana itu ditanggapi dengan pro dan kontra dari berbagai pihak.
Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, menegaskan, pihaknya akan mendukung dan memandang positif upaya wacana merger tersebut. “Tentunya kebijakan tersebut akan dilandasi dengan kajian outlook bisnis yang bijaksana,” tambah Irfan.
Namun isu merger tersebut mendapatkan pandangan negatif dari pengamat penerbangan Alvin Lie. Melansir dari Antara, Alvin menyarankan agar rencana tersebut perlu ditinjau ulang. Alvin menyebutkan upaya merger tiga perusahaan tersebut akan membuat perusahaan menjadi sangat besar.
“Saya justru khawatir, bukannya makin efisien tetapi justru makin tidak efisien,” ujar Alvin.
Alvin khawatir dengan bertambah besarnya organisasinya, nantinya pengambilan keputusan menjadi lebih panjang. Akibatnya, nantinya perusahaan akan menjadi kurang berdaya saing dalam merespon dinamika persaingan bisnis.
Selain itu, Alvin menilai masing-masing maskapai yang akan dimerger tersebut memiliki karakter serta pangsa pasar yang berbeda. Dikhawatirkan dengan merger yang dilakukan, maskapai-maskapai tersebut memiliki potensi kehilangan pangsa pasar yang dilayani saat ini, termasuk izin rute dan slot penerbangan.
- Negara Asia Tenggara Semakin Serius Transfomasi Energi Terbarukan
- Kepala UPT ICCA IIB Darmajaya Berikan Pelatihan Tenant P2MW Dukung Tercapainya Target Usaha
- Mulai Rp10.000, Bank OCBC NISP Hadirkan Tabungan Emas Digital di ONe Mobile
- Melihat Upaya Pertamina International Shipping Mengurangi Emisi Karbon
Terkait dengan perizinan, Alvin menyatakan setiap maskapai penerbangan di Indonesia hanya memiliki satu izin. Menurutnya, rencana merger perlu kepastian penggunaan izin. Apakah nanti perusahaan merger akan memiliki jasa full service seperti Garuda Indonesia, atau low cost carrier (LCC) seperti Citilink dan Pelita Air dan hal tersebut harus dipikirkan.
Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, menyarankan agar ketiga maskapai tersebut tetap beroperasi sendiri-sendiri dengan identitas dan segmentasi penerbangannya sendiri. Djoko berpendapat, ciri khas dan brand image tiap perusahaan dalam masyarakat harus tetap dijaga.
“Garuda bisa terus menggarap pasar premium, sedangkan Citilink atau Pelita Air menyasar penerbangan perintis agar lebih efisien,” tambah Djoko.
Djoko menyebutkan, pengelolaan maskapai penerbangan bisa meniru cara pengelolaan kereta api. Hal tersebut karena pada sektor kereta api, terdapat beberapa entitas perusahaan namun tetap mempunyai satu induk perusahaan yakni PT KAI. (*)