OJK Lampung Ungkap Tantangan Ekonomi Global Tahun Depan
Yunike Purnama - Senin, 28 November 2022 18:58BANDAR LAMPUNG - Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Lampung Bambang Hermanto merespon terkait adanya ancaman reflasi atau risiko resesi dan tinggi inflasi pada tahun 2023.
Reflasi merupakan keadaan dimana pertumbuhan ekonomi masih tumbuh, namun dibarengi tingkat inflasi yang tinggi. Dampak dari inflasi tinggi salah satunya adalah menurunnya daya beli masyarakat akibat kenaikan suku bunga acuan.
Kondisi saat ini sudah terlihat di Amerika Serikat, di mana bulan ini kenaikan Fed Fund Rate sudah naik 75 bps menjadi 4%. Hal ini tentu berdampak ke negara berkembang seperti Indonesia menaikan suku bunga acuan sebesar 50 bps menjadi 5,25% per November 2022.
- BSI Sepakat Kerjasama dengan DJKN, Optimalkan Pembayaran Lelang Syariah
- Kinerja IKNB di Lampung Triwulan III 2022, Perusahaan Pembiayaan Tumbuh Signifikan
- Wali Kota Eva Dwiana Lepas 643 Atlet Bertanding ke Porprov IX Lampung
"Tantangan ekonomi global dan domestik tahun depan memang cukup berat, salah satunya tingkat inflasi dunia dan kebijakan suku bunga bank sentral di negara maju. Dalam hal ini Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) termasuk OJK dituntut untuk terus menyeimbangkan target pertumbuhan ekonomi agar mampu menghadapi ancaman reflasi pada tahun 2023,"paparnya saat konferensi pers pada Senin, 28 November 2022.
Langkah OJK bersama Industri Jasa Keuangan salah satunya dari sektor perbankan untuk tetap menjaga kebutuhan likuiditasnya terpenuhi dan perkuat permodalan jika terjadi potensi terjadi kerugian kredit. Kemudian perlunya efisiensi sektor keuangan untuk menghadirkan produk lebih inovatif dengan manfaatkan teknologi digitalisasi.
Bambang melanjutkan, untuk saat ini pertumbuhan ekonomi Lampung diyakini masih kuat, meskipun tetap waspada hadapi gejolak.
Namun jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi Lampung hingga triwulan II-2022 sebesar 5,22% (yoy), meningkat jika dibandingkan dengan realisasi pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2022 yang tumbuh 2,85% (yoy). Realisasi pertumbuhan ini juga tercatat lebih tinggi jika dibandingkan dengan 5,12% (yoy) pada triwulan II 2021.
Pencapaian ini dinilai masih dinilai cukup kuat, terutama didorong adanya faktor permintaan masyarakat, investasi, kinerja ekspor yang membaik, dan belanja pemerintah.
Kemudian dalam menjaga daya beli masyarakat, hal ini tentu sangat tergantung dengan kebijakan pemerintah. Seperti penyaluran bantuan sosial, BLT dan lainnya yang diharapkan akan berefek ke sektor rill.
Ancaman Reflasi Hingga The Perfect Strom
Sebelumnya Ketua DK Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, mengungkapkan tantangan ekonomi global dan domestik yang perlu diwaspadai tahun depan. Tidak hanya reflasi tapi juga berbagai masalah ketidakpastian baru yang disebut sebagai The Perfect Storm.
"Ketidakpastian geopolitik masih berpotensi meningkatkan volatilitas pasar. Terlebih krisis keuangan, pangan, dan energi global, serta inflasi global meningkatkan risiko dan ancaman resesi, bahkan stagflasi," ujar Mahendra.
Menurut dia dari sisi global terjadi deglobalisasi, di mana rantai pasok dan sistem logistik dunia juga mengalami disrupsi hebat. Kontraksi likuiditas global saat ini, sebut dia, berpotensi memicu terjadinya tekanan di sektor keuangan.
"Juga ada ancaman meluasnya perang terbuka dan proxy war," ungkapnya.
Sementara itu, beberapa tantangan domestik pun juga disorot, yang pertama adalah penurunan permintaan global dan volatilitas harga komoditas. Kemudian, kontraksi likuiditas global memengaruhi risiko pasar, termasuk risiko mismatch likuiditas lembaga jasa keuangan (LJK).
"Kenaikan biaya dana juga berpotensi mempengaruhi kinerja investasi dan tingkat konsumsi, ditambah scarring effect pandemi terhadap sektor tertentu," paparnya. (*)