November 2021, Lampung Inflasi 0,53 Persen, BI: Waspada Peningkatan Permintaan saat Nataru
Yunike Purnama - Kamis, 02 Desember 2021 09:31BANDARLAMPUNG - Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Lampung pada November 2021 mengalami inflasi sebesar 0,53% (mtm), lebih tinggi dibandingkan realisasi inflasi bulan sebelumnyadan rata-rata inflasi bulan November dalam 3 (tiga) tahun terakhir yang masing-masing mengalami inflasi 0,10% (mtm) dan 0,16% (mtm). Pencapaian tersebut lebih tinggi dibandingkan capaian nasional yang mengalami inflasi 0,37% (mtm), namun lebih rendah dibandingkan realisasi inflasi Sumatera pada bulan November yang tercatat sebesar 0,58% (mtm).
Secara tahunan, inflasi Provinsi Lampung tercatat 1,86% (yoy), lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 1,75% (yoy), namun lebih rendah dibandingkan inflasi Sumatera yang tercatat sebesar 2,13% (yoy).
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung Budiharto Setyawan memaparkan, Dilihat dari sumbernya, inflasi pada bulan November 2021 didorong oleh peningkatan pada beberapa komoditas seperti: cabai merah, minyak goreng, telur ayam ras, bakso siap santap, dan upah pembantu rumah tangga dengan andil masing-masing sebesar 0,21%; 0,12%; 0,10%; 0,09%; dan 0,05%. Kenaikan harga cabai merah disebabkan oleh terbatasnya pasokan akibat intensitas curah hujan yang tinggi.
“Kenaikan harga minyak goreng disebabkan oleh masih berlanjutnya peningkatan harga komoditas CPO dunia sebagai bahan baku utama. Sementara itu, kenaikan harga telur ayam ras didorong oleh peningkatan permintaan sebagai dampak dari pelonggaran mobilitas masyarakat,”ujar Budiharto.
Selanjutnya, kenaikan harga bakso siap santap didorong oleh kenaikan harga bahan baku dan biaya produksi, sehingga produsen menaikkan harga jual.
Lebih lanjut, kenaikan beberapa komoditi pangan tersebut dan keyakinan terhadap pemulihan ekonomi mendorong kenaikan upah pembantu RT.
Meski demikian, Inflasi yang lebih tinggi pada periode November 2021 tertahan oleh adanya deflasi pada sebagian komoditas di antaranya bawang merah, popok bayi sekali pakai, cabai rawit, cumi-cumi, dan bawang merah dengan andil masing-masing sebesar -0,05%; -0,03%; -0,03%; -0,02%; dan -0,01%. Penurunan harga komoditas bawang merah didorong oleh melimpahnya pasokan seiring dengan panen yang dilakukan lebih awal akibat banjir.
- Apple Bakal Rilis iPhone SE 5G pada Maret 2022
- Aplikasi Pemutar Musik Offline di Android, Tanpa Iklan Gratis Tanpa Kuota
- Alasan Jangan Transaksi e-Banking Lewat Jaringan WiFi Gratis
- Mudahkan Pelanggan, Telkom Luncurkan Versi Terkini myIndiHome
- The Body Shop Goes to Campus, Bersama Ciptakan Kampus Bebas Kekerasan Seksual
- Ini Keunggulan Fi, Chatbot Miliki FWD Insurance
Sementara itu, penurunan harga komoditas popok bayi sekali pakai (diapers) didorong oleh makin beragamnya pilihan merek popok bayi yang menjadi alternatif pilihan dengan harga yang lebih terjangkau.
Selanjutnya, penurunan harga komoditas cabai rawit didorong oleh kembali normalnya pasokan seiring dengan masuknya periode panen. Di sisi lain, peningkatan hasil tangkapan di tengah berkurangnya permintaan mendorong penurunan harga komoditas cumi-cumi. Adapun, penurunan harga komoditas bawang putih disebabkan oleh pasokan yang memadai.
Sementara itu, NTP Provinsi Lampung tercatat lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya. Peningkatan NTP ini terjadi pada subsektor tanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman perkebunan rakyat, dan perikanan tangkap. Kenaikan NTP tersebut didorong oleh adanya peningkatan harga pada komoditas gabah, ketela pohon, kelapa sawit, kopi, dan cabai merah. Di sisi lain, tekanan inflasi pedesaan yang tergambar dari Indeks Konsumsi Rumah Tangga Petani tercatat mengalami peningkatan 0,35% (mtm) didorong oleh peningkatan harga kelompok makanan, minuman dan tembakau.
Dengan demikian, NTP November 2021 tercatat meningkat 0,67% (mtm) dari 104,55 di bulan Oktober 2021 menjadi 105,25. Meskipun secara umum tercatat di atas 100, NTP subsektor Tanaman Pangan dan Hortikultura tercatat masih berada di bawah 100 yang masing-masing sebesar 94,89 dan 95,57.
Ke depan, KPw BI Provinsi Lampung memandang bahwa inflasi akan tetap terkendali pada rentang sasaran 3±1%. Namun demikian, terdapat beberapa risiko yang perlu dimitigasi, antara lain: Pertama, risiko berlanjutnya kenaikan harga minyak goreng seiring dengan peningkatan harga komoditas CPO Dunia.
Kedua, potensi peningkatan harga komoditas hortikultura seiring dengan peningkatan intensitas curah hujan. Ketiga, peningkatan harga pada komoditas perikanan yang didorong oleh faktor cuaca. Keempat, mulai meningkatnya harga komoditas hortikultura seiring dengan berakhirnya masa panen dan masuknya musim penghujan.
Kelima, mulai meningkatnya permintaan masyarakat yang didorong oleh peningkatan mobilitas masyarakat di Provinsi Lampung dan masuknya periode Nataru.
Dalam rangka menjaga agar tingkat inflasi tetap berada pada level yang rendah dan stabil, diperlukan langkah-langkah pengendalian inflasi guna mengantisipasi risiko diatas. Pertama, memastikan keterjangkauan harga dari komoditas strategis. Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dan Satgas Pangan bekerja sama dan bekomitmen untuk terus memastikan keterjangkauan harga, melalui pemantauan harga komoditas strategis secara harian, yakni salah satunya melalui aplikasi Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (https://hargapangan.id/), untuk melihat perkembangan harga serta melakukan intervensi kebijakan yang diperlukan.
Kedua, memastikan ketersediaan pasokan kepada produsen, pedagang besar/utama dan pedagang tradisional agar tidak terdapat kendala dalam distribusi pasokan, khususnya untuk pasokan yang berasal dari luar Provinsi Lampung. Di sisi lain, guna memenuhi ketersediaan pasokan, TPID Provinsi/Kabupaten/Kota perlu untuk terus mengoptimalkan dan meningkatkan koordinasi, salah satunya melalui Kerjasama Antar Daerah (KAD) khususnya untuk pemenuhan pasokan dan menghadapi adanya risiko kenaikan harga komoditas pangan strategis. Langkah konkrit yang dapat dilakukan oleh TPID Provinsi/Kabupaten/Kota terkait KAD adalah melakukan pendataan neraca pangan secara akurat untuk mengetahui kondisi surplus defisit komoditas di wilayah masing-masing.
Selain itu, implementasi Program Kartu Petani Berjaya (KPB) yang merupakan terobosan untuk mendukung upaya peningkatan produktivitas pertanian dan ketersediaan pasokan perlu terus ditingkatkan.
Ketiga, memastikan kelancaran distribusi melalui TPID dan Satgas Pangan dengan terus memastikan adanya kecukupan pasokan dan kelancaran akses distribusi bahan pokok di Provinsi Lampung pada masa diberlakukannya PPKM di berbagai wilayah baik di Provinsi Lampung maupun di wilayah lainnya. Selain stabilitas harga tetap terjaga, kelancaran distribusi juga dapat memudahkan distributor, produsen dan petani dalam memasarkan produknya serta mendapatkan harga yang wajar.
Digitalisasi perlu dioptimalkan seperti pemanfaatan platform e-commerce atau marketplace lokal untuk menjaga kelancaran distribusi dan pemasaran; serta terus mendorong penggunaan transaksi nontunai.
Keempat, meningkatkan komunikasi efektif melalui diseminasi informasi harga dan iklan layanan masyarakat untuk mengimbau masyarakat agar bijak berkonsumsi
dan mengurangi asymmetric information untuk menjaga ekspektasi inflasi, terutama pada masa pemberlakuan PPKM di berbagai wilayah Indonesia.
Selain itu, masih terdapat tantangan bagi TPID kedepan yakni upaya penguatan daya beli masyarakat di tengah proses pemulihan ekonomi Nasional. Oleh karena itu, TPID harus bersama-sama mendorong percepatan realisasi program perlindungan sosial dan perlunya melakukan identifikasi potensi sumber-sumber baru pertumbuhan ekonomi antara lain melalui optimalisasi local value chain (LVC) sebagai strategi dalam mendorong percepatan pemulihan ekonomi di daerah, dan tidak terbatas pada sektor pertanian pangan, namun termasuk sektor lainnya yaitu pertambangan, perkebunan, dan industri.
Penguatan LVC tersebut diantaranya dengan membentuk klaster-klaster ekonomi baru atau eksosistem dimana korporasi dapat berperan sebagai aggregator dan off-taker. Lebih jauh TPID juga dapat melakukan pemantauan indikator terkini ekonomi daerah (early warning system) yang akurat dan terkini untuk memantau denyut perekonomian perekonomian daerah. (*)