Maju Mundur soal Gasifikasi Batu Bara, Ternyata Ini Kendalanya
Yunike Purnama - Kamis, 14 September 2023 19:05JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, proyek gasifikasi batu bara ternyata masih memiliki sejumlah kendala. Hal inilah yang kemudian menyebabkan maju mundurnya proyek tersebut.
Arifin mengaku, gasifikasi batu bara menjadi dimetil eter atau DME masih terganjal oleh pencarian investor baru hal ini disebabkan oleh hengkangnya perusahaan asal Amerika Serikat Air Products dari kawasan industri Tanjung Enim Sumatera Selatan.
"Itu kan investornya mundur ya. Padahal itu kan dulu investor itu yang punya lisensi. Ke depannya memang harus cari juga yang sejenis, yang juga bisa membawa dana untuk investasi," kata Arifin kepada awak media di DPR dilansir pada Kamis, 14 September 2023.
Alternatif Investor
Maka saat ini pemerintah terus mencari pengganti nya agar proyek ini segera dapat direalisasikan dan tidak maju mundur lagi. Arifin menilai saat ini harga batu bara sedang murah sehingga dijadikan pemerintah sebagai momentum untuk mengincarkan hilirisasi termasuk di batu bara.
Ganjalan kedua adalah harga yang perlu dikeluarkan pemerintah untuk carbon capture sangatlah besar hal ini membuat pemerintah harus memutar otak lagi untuk mengeluarkan anggaran ini.
Namun meski menggencarkan hilirisasi pemerintah juga sedang mengkaji biaya untuk teknologi carbon capture storage (CCS). Teknologi ini diharapkan dapat menangkap dan menyimpan karbon dioksida agar tidak terbuang ke atmosfer bumi.
Sebelumnya akibat hengkangnya Air Products and Chemicals Inc di dua kerja sama proyek gasifikasi batu bara menjadi DME bersama konsorsium PT Bukit Asam Tbk (PTBA) membuat proyek ini harus dimulai dari awal lagi.
Padahal kata Arifin, DME ini bisa menjadi hilirisasi batu bara dan dengan DME pemanfaatan batu bara di Indonesia juga dapat menghasilkan gas yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pupuk. Arifin Tasrif menargetkan proyek DME bisa beroperasi mulai kuartal IV-2027.
Gasifikasi DME ini bisa memproduksi hingga 1,4 juta ton per tahun, dengan inputan batu bara 6 juta ton per tahun. Terdapat beberapa skema bisnis kerja sama pembangunan fasilitas gasifikasi batu bara menjadi DME oleh Pertamina bersama PTBA dan Air Products.
Nantinya PT Bukit Asam Tbk (PTBA) akan menjual batu bara kepada processing company, yakni Air Products. Adapun produk akhir DME akan diambil oleh PT Pertamina (Persero).
Sebagai informasi, kepemilikan saham di proyek DME ini yaitu Air Products sebesar 60%, PTBA 20% dan Pertamina 20%.
Namun sayangnya, perusahaan asal Amerika Serikat, Air Products and Chemicals, Inc memilih hengkang dalam proyek dimetil eter (DME) atau proyek gratifikasi batu bara di Indonesia. Salah satunya yakni pengembangan bisnis di Amerika lebih menarik ketimbang di Indonesia.
Selain itu, pemerintah Amerika Serikat juga mempunyai penawaran menarik berupa pemberian subsidi. Utamanya untuk pengembangan proyek energi baru dan terbarukan (EBT).(*)