Langkah Upaya Dekarbonisasi di Asia Tenggara: Jauh Panggang dari Api
Yunike Purnama - Sabtu, 01 Juli 2023 05:56JAKARTA - Langkah dekarbonisasi untuk menghambat laju pemanasan global di Asia Tenggara masih jauh dari harapan. Penetapan target iklim dan dekarbonisasi di sejumlah negara di kawasan tersebut belum dibarengi tindakan yang memadai.
Hal itu diketahui dalam laporan SEA Green Economy 2023 yang disusun Bain & Company, Temasek, GenZero, dan Amazon Web Services. Laporan tersebut menghimpun data hasil wawancara dengan sejumlah pihak berkepentingan, dokumen pemerintah dan bisnis serta kesepakatan berbasis Asia Tenggara.
- Kebutuhan Transisi Energi Capai Rp29 Triliun, IESR Sebut Dana Hibah Program JETP Masih Kurang
- Perasa Kimia Tinggi di Produk Tembakau Picu Kematian
- Indeks Kepercayaan Industri Nasional Meningkat
Dikutip dari greennetwork.asia, Jumat, 30 Juni 2023, delapan dari sepuluh negara Asia Tenggara telah menetapkan target netralitas karbon. Namun demikian, laporan tersebut memperkirakan peningkatan konsumsi energi sebesar 42% dari tahun 2020 hingga 2030 berdasarkan kebijakan saat ini.
Sebagai informasi, Asia Tenggara kini menjadi konsumen energi terbesar keempat di dunia. Kawasan tersebut masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil untuk sumber energi, mencapai 80%. Populasi muda dan kelas menengah menjadi kalangan yang mendorong permintaan energi.
Padahal, upaya dekarbonisasi di Asia Tenggara butuh pertumbuhan energi terbarukan yang signifikan. Meski demikian, masih ditemukan kendala seperti ketidakpastian regulasi, lambatnya perizinan dan infrastruktur, hingga kurangnya daya tarik finansial. Sejumlah tantangan tersebut membuat penurunan investasi hijau sebesar 7% pada tahun 2022.
Lalu bagaimana negara-negara di Asia Tenggara dapat memenuhi komitmennya dalam dekarbonisasi? Laporan SEA Green Economy memberikan sejumlah rekomendasi, di antaranya fokus pada solusi yang telah terbukti menyeimbangkan permintaan energi yang meningkat sekaligus mengurangi emisi karbon.
Kolaborasi Pemerintah & Dunia Usaha
Menurut Dale Hardcastle dari Bain & Company, pemerintah perlu memfokuskan regulasi dan investasi pada penyebaran teknologi yang terbukti menguntungkan serta berdampak. “Sembari kita menetapkan jalur untuk menghadapi industri yang sulit mereda dengan teknologi dan inovasi baru dalam jangka panjang,” ujarnya.
Lebih lanjut, laporan tersebut menyarankan beberapa solusi jangka pendek untuk dampak maksimum. Pertama yakni meletakkan pondasi dengan peningkatan jaringan, efisiensi energi, dan langkah-langkah konservasi. Kedua, inovasi pembiayaan percontohan, seperti insentif baru untuk pengembangan proyek solusi berbasis alam, mekanisme penghentian penggunaan batu bara, dan pembiayaan campuran.
Ketiga, penegakan kebijakan konservasi alam yang telah berjalan dan mempromosikan pasar karbon. SEA Green Economy menekankan kolaborasi antara pemerintah dan perusahaan serta rencana holistik di tingkat industri dan nasional untuk mendukung dekarbonisasi di Asia Tenggara. (*)