Kebijakan WFH Dinilai Tidak Efektif Kurangi Polusi
Redaksi - Jumat, 25 Agustus 2023 16:43JAKARTA - Kebijakan pemerintah menerapkan aturan work from home (WFH) untuk mengurangi polusi yang melanda Jabodetabek akhir-akhir ini dinilai tak mampu bersihkan udara Jakarta.
Lead Analyst Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) Lauri Myllyvirta, mengatakan tingkat polusi sangat berkorelasi dengan model semburan emisi buang berbagai PLTU batu bara yang mencapai Jakarta. Hal ini menunjukkan kontribusi sektor ketenagalistrikan serta sumber-sumber lintas batas secara umum.
"Meremehkan kontribusi pembangkit listrik tenaga batubara terhadap polusi yang terjadi belakangan ini tidak akan membantu mengatasi masalah genting saat ini," katanya pada Jumat, 25 Agustus 2023.
- Kemendag Optimalkan Jaringan RCEP untuk Dongkrak UMKM
- Rekaman Fakta Lolosnya Waskita Hadapi 4 Gugatan PKPU
- Negara-negara BRICS Dorong Pembayaran Lintas Batas
Menurutnya, daripada terlalu berfokus pada penggunaan kendaraan bermotor pribadi, baik roda empat maupun roda dua di Jakarta, pemerintah harus mengatasi sumber utama polusi secara sistematis di tingkat daerah.
Lauri menambahkan bahwa, berdasarkan indetifikasi masih ada sederet permasalahan yang harus di selesaikan dari sisi PLTU di Jakarta dan sekitarnya. Di mana tingkat polusi meningkat ketika angin bertiup dari lokasi yang memiliki pembangkit listrik tenaga batu bara.
Hal ini menunjukkan bahwa pembangkit listrik tenaga batu bara adalah bagian dari masalah dan membantu memvalidasi hasil pemodelan CREA yang menemukan bahwa pembangkit listrik tenaga batu bara adalah penyebab untuk sekitar 2.000 kematian akibat polusi udara setiap tahunnya di Jakarta saja.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan polusi udara di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) utamanya disebabkan oleh pencemaran udara di Jabodetabek berasal dari kendaraan bermotor.
Siti Nurbaya mengungkapkan, hingga 2022 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutananan (KLHK) mencatat ada 24,5 juta kendaraan bermotor. Dari angka itu, 19,2 juta di antaranya merupakan sepeda motor.
Selain kendaraan, Siti mengatakan penyebab lainnya adalah kemarau panjang yang melanda kawasan Jabodetabek. Dia menuturkan kemarau panjang itu membuat konsentrasi polutan meningkat.(*)