Katak Ini Kecil dan Cantik, Tetapi Mematikan
Eva Pardiana - Selasa, 09 November 2021 18:56JAKARTA – Jangan tergoda oleh warnanya yang terlihat indah dan menarik, karena katak kecil ini memiliki racun memarikan yang bisa membunuh beberapa manusia. Dia adalah poison dart frogs alias katak panah beracun.
Katak ini adalah amfibi kecil berwarna cerah yang hidup di hutan hujan tropis di Amerika Tengah dan Selatan. Mereka adalah anggota keluarga Dendrobatidae, dan menurut San Francisco Zoo ada lebih dari 175 spesies yang diketahui.
Binatang ini cukup kecil dengan ukuran 2,5 hingga 5 sentimeter, dan tidak seperti banyak amfibi lainnya mereka diurnal, yang berarti mereka aktif di siang hari.
Katak ini dinamai berdasarkan racun yang keluar dari kulit mereka dan secara tradisional digunakan sebagai ujung senjata pemburu. Misalnya menurut American Museum of Natural History masyarakat adat Emberá dan Noanamá di Kolombia barat telah menggunakan kulit katak racun emas (Phyllobates terribilis) untuk panah sumpit selama ratusan tahun.
Katak panah beracun memiliki berbagai warna cerah dan karena itu mereka kadang-kadang dikenal sebagai "permata hutan hujan". Warnanya yang cerah digunakan untuk memperingatkan pemangsa bahwa katak itu beracun dan harus dihindari.
Mekanisme bertahan hidup ini disebut aposematisme. Beberapa spesies katak panah beracun panah juga menggunakan warna dan polanya sebagai kamuflase.
Menurut penelitian yang diterbitkan pada 2018 jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) katak panah warna (Dendrobates tinctorius) menggunakan pola kuning cerah dan hitamnya untuk berbaur dengan habitat aslinya jika dilihat dari kejauhan.
- Rumah Atsiri Indonesia, Destinasi Wisata Edukasi Tanaman Wangi di Jawa Tengah
- Pertamina dan Bukit Asam Resmi Gandeng Perusahaan AS Garap Gasifikasi Batu Bara Senilai Rp30 Triliun
- Per Oktober 2021, Jasa Raharja Lampung Salurkan Santunan Rp44 Miliar
Menurut Smithsonian Institute variasi warna yang sangat besar di antara spesies katak panah beracun mungkin merupakan hasil dari pemisahan nenek moyang katak sekitar 10.000 tahun yang lalu. Saat itu sebuah daerah yang sekarang dikenal sebagai Panama, mengisolasi katak di lokasi yang berbeda. Berbagai populasi katak kemudian mengembangkan pewarnaan mereka sendiri
Toksisitas katak panah beracun berbeda antar spesies. Spesies yang paling beracun termasuk dalam genus Phyllobates. Menurut Encyclopedia of Toxicology katak ini mengeluarkan racun kuat yang disebut batrachotoxin. Bahkan menurut National Geographic katak panah emas dianggap sebagai salah satu hewan paling beracun di Bumi.
Batrachotoxin sendiri merupakan alkaloid steroid kuat yang mengganggu sistem saraf tubuh. Otak mengirimkan pesan listrik instruktif ke berbagai bagian tubuh yang melewati saluran natrium. Batrachotoxins membuat saluran ini tetap terbuka dan mengganggu sistem pesan otak, menyebabkan beberapa kondisi yang melemahkan dan berpotensi fatal, seperti kelumpuhan, rasa sakit yang luar biasa, dan bahkan gagal jantung.
Namun ada satu hewan yang mampu menahan kekuatan beracun katak panah emas yakni ular perut api (Liophis epinephelus). Menurut Animal Diversity Web ular ini adalah satu-satunya pemangsa alami katak panah karena mereka kebal terhadap racun katak ini.
Katak panah beracun juga telah mengembangkan teknik untuk menghindari keracunan. Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of General Physiology mengusulkan bahwa katak panah beracun memiliki molekul "spon racun" yang mencegah batrachotoxin berfek pada sel katak sendiri, memberi mereka kekebalan terhadap racun mereka sendiri.
Racun Berasal dari Makanan
Saat masih berudu makanan mereka terdiri dari apa pun yang tersedia untuk mereka, seperti ganggang, serangga mati dan dalam beberapa kasus berudu lainnya. Katak panah beracun dewasa adalah omnivora, tetapi mereka sebagian besar memakan serangga seperti semut, rayap, dan kumbang.
Katak panah beracun mendapatkan toksisitas mereka melalui makanan mereka. Meskipun sebagian besar masih belum diketahui serangga mana yang bertanggung jawab untuk memberi katak ini kekuatan beracun mereka, sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal PNAS memperkirakan bahwa kumbang melyrid (genus Choresine) mungkin menjadi penyebabnya.
Kumbang ini mengandung batrachotoxin tingkat tinggi dan telah ditemukan di perut burung pitohui — yang menghasilkan racun yang sama seperti katak panah beracun. "Keluarga Melyridae adalah kosmopolitan dan kerabat di hutan hujan Kolombia di Amerika Selatan bisa menjadi sumber batrachotoxins yang ditemukan pada katak Phyllobates yang sangat beracun di wilayah itu," tulis para peneliti studi sebagaimana dikutip Live Science.
Katak panah beracun liar yang dimasukkan ke penangkaran kehilangan sebagian besar toksisitasnya, sedangkan katak yang lahir dan dibesarkan di penangkaran tidak mengeluarkan racun sama sekali.
Perkawinan terjadi sepanjang tahun tetapi khususnya selama musim hujan, di lokasi yang dipilih oleh jantan. Untuk kawin, betina menyimpan telur yang tidak dibuahi di serasah daun di lingkungan yang gelap dan lembab, dan jantan melepaskan spermanya ke telur untuk membuahinya. Jumlah telur yang dihasilkan bervariasi tetapi beberapa spesies menghasilkan sebanyak 40 telur sekaligus.
Katak induk menjaga anak mereka yang belum lahir selama antara 10 dan 18 hari, kadang-kadang menyirami mereka dengan air seni mereka. Telur menetas menjadi berudu, yang menempel di punggung ibu mereka dan kemudian membawanya ke kolam air. Kolam tersebut menjadi tempat pembibitan berudu selama beberapa bulan ke depan, hingga mereka mengalami metamorfosis dan menjadi katak dewasa.
Katak panah beracun dewasa bervariasi dalam ukuran antara spesies dan dapat berkisar antara 0,75 hingga 1,5 inci. Betina cenderung lebih besar daripada jantan, dan jantan juga dapat dibedakan dari betina dengan bantalan kaki depan yang lebih besar. (*)
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Amirudin Zuhri pada 08 Nov 2021