Jangan Timbun Uang Tunai Untuk Tabungan, Ini Alasannya!
Redaksi - Senin, 27 Februari 2023 08:38Jakarta- Manabung dan memanfaatkan uang tunai menjadi alah satu pilihan konvensional untuk menyimpan uang. Uang tunai juga dikategorikan sebagai aset likuid. Karenanya, saat terjadi krisis, uang tunai menjadi pilihan aman, walau itu harus dibayar mahal.
Analis Riverfront Investment Group, Doug Sandler memperingatkan para investor tak tergoda denga. Iming-iming uang tunai.
Ia mengatakan, saat jni uang tunai memang tidak lagi menjadi sampah karena daya tariknya tumbuh dengan lonjakan imbal hasil. Selain itu, reli saham tahun ini kehilangan tenaga.
Sandler menuliskan rekor penyimpanan uang tunai secara global saat ini terdapat di pasar uang kisaran US$4,8 triliun atau kisaran Rp7.8 Kuadriliun (asumsi kurs Rp15.200 per dolar AS. Dari jumlah keseluruhan, investor ritel menambahkan US$9,9 miliar atau kisaran Rp150 triliun ke dana pasar uang mereka dalam seminggu terakhir untuk menjadikan total yang disimpan di sektor tersebut menjadi US$1,79 triliun atau Rp27.2 kuadriliun.
Aliran modal seperti itu menggarisbawahi arus baru kegelisahan yang sejak itu membayangi optimisme dari reli hampir 9% menurut S&P 500 awal tahun ini.
Sandler menambahkan, investor mungkin sangat ingin mengalokasikan sebagian besar dana investasi jangka panjang mereka ke kas dan setara kas seperti pasar uang, tagihan Treasury, dan sertifikat deposito.
"Uang tunai terasa aman selama krisis, tetapi ada biayanya. Pasca-krisis, banyak investor menjadi lebih berhati-hati meskipun kemungkinan crash berikutnya tidak lebih besar," kata Sandler sebagaimana dikutip TrenAsia.com dari Insider Senin, 27 Januari 2023.
Dengan aksi jual pasar terbaru, keinginan untuk memegang uang tunai dapat meningkat lebih jauh. S&P 500 membukukan kerugian mingguan ketiga, dipicu oleh pembacaan inflasi yang lebih panas dari perkiraan.
Sementara itu, imbal hasil Treasury melonjak untuk mengantisipasi bahwa Federal Reserve dapat menaikkan suku bunga lebih dari yang diharapkan. Hasil Treasury 2 tahun mendorong melampaui 4,7% baru-baru ini, mendekati level tertinggi sejak 2007.
Meski saat ini investasi yang tunai tampak lebih berjaya dibanding investasi lainnya, ini 4 alasan dari Sandler untuk tak menyimpan uang tunai sebagai investasi.
1. Kinerjanya sering kalah dari saham
Dalam tulisannya, Sandler merujuk sebuah penelitian yang dilakukan oleh profesor Wharton Jeremy Siegel dan mitra penelitian Jeremy Schwartz. Dalam penelitian itu, mereka menemukan bahwa saham telah mengungguli obligasi 79,5% dalam waktu yang sama.
Tak hanya itu, harga saham mengalami kenaikan sebanyak 85,4% dan berhasil mengalahkannya selama periode 10 tahun sejak 1871.
2. Ekuitas lebih sesuai dengan keinginan investor untuk tumbuh
Menurut penilaian dari Price Matters Riverfront, ekuitas kapitalisasi besar AS telah membukukan pengembalian riil sekitar 6,4% setelah dikurangi inflasi. Hal ini terjadi Sejak 1926,.
Sementara pengembalian aktual biasanya bervariasi dari tahun ke tahun, kapitalisasi besar telah mencatat pengembalian positif dalam 94% dari periode waktu 7 tahun sejak saat itu.
3. Tergerus Inflasi
Sebagaimana diketahui, uang tunai merupakan investasi yaang kurang aman lantaran nilainya bisa tergerus Inflasi
"Jika Anda dengan hati-hati mengawasi rekening bank Anda untuk menangkap inflasi, Anda akan melewatkannya," ujar Sandler.
Ia menambahkan bahwa selama ini, sebagian karena inflasi bersembunyi dengan memengaruhi investasi sekitar 2,5% per tahun selama 30 tahun terakhir.
Inflasi yang lebih tinggi biasanya terjadi di tempat-tempat yang diinginkan untuk pensiun atau di sektor-sektor dengan lebih banyak aktivitas seperti perjalanan dan perawatan kesehatan.
4. Kerugiannya Permanen
Saat nilai uang mengalami penurunan, hal ini akan menimbulkan penurunan daya beli. Apesnya, penurunan daya beli yang hilang biasanya tidak kembali. Begitu harga naik, mereka tidak mundur, kecuali dalam kasus yang jarang terjadi seperti elektronik.
.