Ini Penjelasan BI Tak Ingin Cetak Uang
Yunike Purnama - Jumat, 01 Mei 2020 02:59
Kabarsiger.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) tidak ingin mencetak uang dalam jumlah besar demi memenuhi kebutuhan likuditas di tengah pandemi COVID-19. Hal tersebut hanya akan menambah uang beredar dan berisiko meningkatkan inflasi.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan jika uang yang sudah beredar tidak mampu diserap lagi oleh bank sentral, maka inflasi akan melonjak seperti pada 1998 dan 1999 lalu.
"Itu yang disebut pencetakan uang. Beda dengan yang kita lakukan sekarang. Ini adalah operasi moneter dalam mengelola likuiditas di perbankan supaya cukup," kata dia dalam rapat virtual dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Kamis (30/4/2020).
Karena itu, bank sentral menempuh jalan lain dengan melonggarkan kewajiban giro wajib minimum (GWM). Pelonggaran GWM memberi ruang bagi bank untuk memiliki lebih banyak likuiditas karena tidak disetor kepada bank sentral.
"Mereka (perbankan) terakhir itu harus menaruh GWM-nya di BI 5,5 persen, kemudian kami turunkan dua persen. Kalau kami turunkan dua persen, berarti likuiditas di perbankan naik dua persen dan bertambah Rp102 triliun," jelas dia.
Adapun cara lain BI dalam menjaga likuiditas ialah membeli surat berharga negara (SBN) yang dilepas investor di pasar sekunder. BI juga menerima SBN yang di-repo oleh perbankan sehingga menambah likuiditas di bank.
"Ini adalah operasi moneter dalam mengelola likuiditas di perbankan supaya cukup, kalau sekarang kurang kami tambah. Nah penambagan likuiditas yang kami sebutkan Rp503,8 triliun itu yang kami sebutquantitative easing. Jadi beda antara pencetakan uang denganquantitative easing," pungkasnya.(*)