Banyak Pasien Cuci Darah Ditolak, KPCDI Minta Rumah Sakit dan Klinik Tetap Layani Hemodialisa Saat COVID-19 Makin tak Terkendali

Nila Ertina - Kamis, 01 Juli 2021 17:10
Banyak Pasien Cuci Darah Ditolak, KPCDI Minta Rumah Sakit dan Klinik Tetap Layani Hemodialisa Saat COVID-19 Makin tak TerkendaliIlustrasi cuci darah (sumber: ist)

PALEMBANG, WongKito.co - Disaat pandemi COVID-19, jumlah yanbg terpapar semakin meroket disebutkan banyak pasien cuci darah yang mengalami penolakan rumah sakit dan klinik dengan beragam alasan. Karena itu,  Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir meminta seluruh unit hemodialisis memberikan pelayanan cuci darah bagi pasien gagal ginjal kronis yang terinfeksi virus Sars-CoV-2.

Menurut Tony situasi pandemi COVID-19 beberapa pekan terakhir di Indonesia cukup mengkhawatirkan.  Atas dasar itu, ia meminta seluruh rumah sakit dan klinik penyelenggara hemodialisa menyiapkan ruang dan mesin khusus COVID-19 dalam memberikan pelayanan atau tindakan cuci darah.

“Kami mendapatkan laporan banyak pasien cuci darah ditolak di rumah sakit dan klinik, bahkan ada yang meninggal karena terlambat memberikan pelayanan cuci darah. Kami tekankan, jangan menolak atau mengkarantina pasien tanpa tindakan cuci darah. Karena tindakan cuci darah tidak bisa ditunda apalagi dihentikan karena berpotensi mengancam keselamatan pasien,” kata Tony, dalam siaran pers yang diterima, Kamis (1/7/2021).

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Abdul Kadir dalam Surat Edaran (SE) bernomor: HK.0202/III/0305/2021 menjelaskan pandemi COVID-19 berdampak pada semua layanan termasuk layanan hemodialisis. Menurutnya, kelompok rentan terinfeksi seperti pada usia lanjut dan mempunyai penyakit penyerta termasuk didalamnya adalah para pasien ginjal yang menjalani hemodialisis.

Selain itu,  pasien COVID-19 dengan gejala berat dapat menyebabkan gangguan gagal ginjal akut hingga memerlukan hemodialisis.Sehingga pasien yang memerlukan hemodialisis harus tetap mendapat layanan sesuai peraturan atau ketentuan yang berlaku.

Dengan kondisi seperti saat ini, Abdul mengimbau pasien agar memperhatikan beberapa hal. Pertama, panduan layanan hemodialisis di tingkat internasional dan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) menjadi pedoman bagi rumah sakit untuk memberikan pelayanan hemodialisis pada pasien covid-19 tanpa merujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

Kedua, pada kondisi khusus dimana pasien memerlukan untuk dirujuk agar melakukan komunikasi dan mengkonfirmasikan ketersediaan tempat dan fasilitas yang diperlukan untuk layanan hemodialisis di tempat rujukan.

Memberikan informasi kepada pasien atau walinya terkait alasan rujukan, mengkonfirmasi status akhir pasien (suspect, probable, konfirmasi) sebelum merujuk. Dan terakhir, mengevaluasi kondisi klinis pasien laik untuk dirujuk atau transportable.

Meskipun sudah ada surat edaran tersebut, Tony tetap mendesak kepada Kementerian Kesehatan agar Surat Edaran tersebut tersosialisasikan dengan baik kepada semua rumah sakit penyelenggara hemodialisa di Indonesia.

“Pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten dan Provinsi harus memantau dan mengawasi agar rumah sakit benar-benar menjalankan hal tersebut. Bila ada rumah sakit maupun klinik penyelenggara hemodialisa yang lalai maka jangan ragu-ragu lagi untuk ditindak sesuai kewenangan dalam undang-undang dan peraturan yang ada”,  katanya.(ert)

 

Bagikan

RELATED NEWS