637.624 Ha Kawasan Mangrove Kritis, Restorasi Jadi Perhatian Bersama
Eva Pardiana - Jumat, 12 Februari 2021 09:47JAKARTA — Perlindungan dan pemulihan mangrove salah satu strategi penting untuk menghadapi perubahan iklim dan meredam bencana pesisir. Kemampuannya menyimpan karbon 3-5 kali lebih banyak dari hutan daratan menjadikan mangrove sebagai salah satu pilihan murah untuk memenuhi target Perjanjian Paris.
Mangrove juga berkontribusi untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan terkait perlindungan ekosistem pesisir, mengatasi masalah kemiskinan, dan berperan penting dalam mendorong perekonomian. Oleh sebab itu, Presiden Joko Widodo mencanangkan program restorasi mangrove Indonesia yang kritis seluas 630 ribu ha hingga tahun 2024.
Demikian benang merah dalam diskusi media yang bertemakan “Konservasi Mangrove, Mitigasi Bencana dan Perubahan Iklim”. Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) dengan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) secara virtual pada Kamis (11/02/2021).
Berdasarkan data dari KLHK, kawasan mangrove seluas 637.624 ha mengalami kritis. Sementara 460.211 ha berada dalam kawasan hutan dan 177.413 ha berada di luar kawasan hutan. Atas dasar tersebut, pemerintah melalui KLHK, KKP, Kemenko Marves, serta BRGM memiliki rencana aksi strategi dalam hal penanganan mangrove.
Menurut Asisten Deputi Bidang Pengelolaan Perubahan Iklim dan Kebencanaan Kemenkomarves Kus Prisetiahadi, pada tahun 2020 sudah berhasil dilakukan rehabilitasi seluas 17.394 ha. Setiap tahunnya juga telah dilakukan kegiatan pemulihan mangrove sekitar 25 persen dari total kerusakan. Adapun anggaran dalam penanganan mangrove didanai oleh APBN, APBD dan juga pihak dari investor.
Diskusi virtual "Konservasi Mangrove, Mitigasi Bencana dan Perubahan Iklim”, Kamis (11/2/2021).
“Di tahun 2021, dalam rencana rehabilitasi mangrove, akan direncanakan penanaman mangrove di lahan sebesar 400 ha yang tersebar di 22 kawasan dan trekking di 4 lokasi. Dari segi cadangan karbon, berdasarkan hitungan kasar, jika karbon mangrove di-trading, dapat meraup keuntungan lebih dari Rp2 trilun,” tambah Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil KKP Muhammad Yusuf.
Salah satu hal yang menggangu pertumbuhan mangrove namun sering luput dari perhatian adalah hama. Direktur Pengendalian Kerusakan Perairan Darat KLHK Sri Handayaningsih mengungkap bahwa persoalan hama harus segera dipecahkan.
“Kami mengajak para peneliti untuk membantu mencari solusi mengatasi hama. Hama ini tidak terekam oleh kita, namun sangat memengaruhi pertumbuhan tegakan mangrove,” kata dia.
Deputi Perencanaan dan Kerja Sama BRGM Budi Setiawan Wardhana menambahkan bahwa restorasi mangrove dengan penanaman diharapkan menjadi opsi terakhir karena opsi tersebut dinilainya lebih mahal.
“Jika memang bisa dicegah degradasinya, maka mangrove dengan tingkat degradasi ringan sampai sedang mempunyai kesempatan untuk regenerasi alami. Yang perlu disampaikan pada masyarakat adalah keberlanjutannya” katanya.
Sementara Direktur Program Kelautan Yayasan Konservasi Alam Nusantara Muhammad Ilman mengungkap bahwa persoalan lain pada kerusakan mangrove adalah ancaman sampah plastik yang terus bertambah banyak di laut.
“Berbagai penelitian dalam lima tahun terakhir mengungkapkan bahwa mangrove dapat menjebak plastik dan menyimpannya di dalam sedimen mangrove. Jika mangrove dirusak, partikel plastik yang disimpannya akan lepas ke perairan dan dikonsumsi oleh hewan laut yang nanti akan dikonsumsi oleh kita juga,” tuturnya.
Selain melakukan restorasi mangrove, program yang dilakukan lintas kementerian ini juga fokus pada pemberdayaan masyarakat. Menjaga ekosistem mangrove yang sehat mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Selain menjadi tempat pemijahan dan perkembangbiakan biota laut, mangrove juga dapat dimanfaatkan untuk pengembangan produk komunitas seperti kopi mangrove, tepung mangrove, sirup mangrove, dan pewarna jati.
Keterlibatan Masyarakat
Ilman pun mengatakan pentingnya melibatkan petani tambak ikan agar dapat menerapkan praktik budi daya perikanan yang ramah lingkungan, sehingga kelestarian mangrove terjaga. Hal ini pun diakui oleh Munhamir, pelestari mangrove dari Kelurahan Mangunharjo, Kota Semarang.
“Hilangnya mangrove di wilayah kami juga karena alih fungsi lahan menjadi area tambak. Kami harus segera mengambil langkah nyata sebelum terlambat,” ujar Munhamir yang mengatakan terjadinya demam tambak udang pada 1990-an mengakibatkan wilayahnya mengalami abrasi sejak 1997.
Kerusakan wilayah pesisir yang disebabkan oleh abrasi mencapai 150 ha, bahkan merambah sepanjang 3,5 km ke arah pemukiman warga.
“Bersinergi dengan banyak pihak, masyarakat di Kelurahan Mangunharjo mulai melakukan upaya pelestarian mangrove, juga mengelolanya secara berkelanjutan. Salah satunya bekerja sama dengan YKAN melalui program MERA (Mangrove Ecosystem Restoration Alliance),” ujarnya.
Melalui program MERA, masyarakat didorong menerapkan praktik budi daya perikanan ramah lingkungan, mengaktifkan kembali tambak yang tidak produktif dengan teknologi semi intensif dan skala rumah tangga secara berkelanjutan, serta penguatan kapasitas masyarakat dan ekonomi masyarakat melalui koperasi yang berfokus pada pengembangan batik mangrove dan kerupuk udang. (*)