Kisah Desa Ramah Burung Way Kambas, Ciptakan Konservasi dan Wisata Berbasis Masyarakat

Yunike Purnama - Sabtu, 23 Agustus 2025 18:40
Kisah Desa Ramah Burung Way Kambas, Ciptakan Konservasi dan Wisata Berbasis MasyarakatCekakak Sungai (Todirhamphus chloris) salah satu jenis burung yang berada pada kawasan Desa Ramah Burung Labuhan Ratu IX. (sumber: Koperasi Plang Ijo Dewi Rasa)

SEKILAS wajah Desa Labuhan Ratu IX, Kabupaten Lampung Timur tak jauh berbeda dari desa lainnya. Jauh dari riuh suara kendaraan, mata yang dimanjakan asrinya pepohonan dan suara merdu kicau burung yang saling bersahutan terbang bebas.

Namun ada yang menarik dari Desa Labuhan Ratu IX, Desa ini merupakan salah satu desa penyangga yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional (TN) Way Kambas. Karena letaknya yang berbatasan langsung TN Way Kambas tak jarang melihat satwa langka yang dilindungi masuk ke desa, seperti burung takur tutut, burung paruh kodok, kelelawar, kukang, ular bahkan gajah.

Menilik kondisi desa yang lekat dengan keanekaragaman hayati, para pemuda yang tergabung dalam Koperasi Plang Ijo Dewi Rasa binaan Pertamina Patra Niaga Regional Sumatera Bagian Selatan melalui Integrated Terminal (IT) Panjang Lampung menginisiasi menciptakan sebuah konservasi di lingkungan desa yang memiliki nilai baik secara ekologi dan ekonomi. 

Dari sekian banyak jenis satwa di area kawasan TN Way Kambas, pemuda koperasi Plang Ijo Dewi Rasa memilih fokus mengembangkan populasi burung dengan menghadirkan 'Desa Ramah Burung'.

Desa Ramah Burung Labuhan IX Lampung Timur. Foto: Yunike Purnama/Kabar Siger

Ketua Kelompok Koperasi Plang Ijo Dewi Rasa, Arif Fauzun bercerita awal adanya ide menghadirkan Desa Ramah Burung ini memang berangkat dari hobi sejak kecil mengamati satwa burung di alam bebas. Tetapi saat terjadi penurunan populasi akibat aktivitas ilegal seperti penangkapan burung untuk diperjualbelikan dan ditembaki menjadi ancaman serius bagi kelestarian ekosistem terutama spesies burung.

"Kami ini awalnya hanya kumpulan pemuda yang sama-sama hobi dengan burung sejak kecil, kemudian melihat beberapa tahun terakhir makin marak aktivitas ilegal burung atau hanya sekedar dikurung dikandang yang jauh dari unsur konservasi membuat kami miris dan ingin melakukan perubahan,"ujar Arif.

Awalnya memang cukup banyak tantangan, mulai dari terkait perbedaan branding wilayah Way Kambas yang selama ini identik dengan Gajah dan Badak Sumatra, para pemuda Koperasi Plang Ijo justru memilih memiliki identitas baru dengan fokus konservasi burung.

Sebelumnya respon warga desa banyak tidak yakin dengan rencana tersebut, namun berjalannya waktu semangat kelompok Koperasi Plang Ijo tak pudar. Semakin masif memberikan edukasi dan sosialisasi ke warga desa dan sekolah terkait peluang Desa Ramah Burung yang bisa dikembangkan di Desa Labuhan Ratu IX.

Sosialisasi Desa Ramah Burung ke anak-anak warga Desa Labuhan Ratu IX. Foto: Pertamina Patra Niaga Sumbagsel.

Pada akhirnya warga desa paham akan inisiatif Desa Ramah Burung tidak hanya berfokus pada aspek konservasi, tetapi juga mengajak masyarakat untuk menjadikan desa sebagai habitat yang aman nyaman bagi berbagai jenis burung. Kemudian dari sisi ekonomi, Koperasi Plang Ijo juga memberikan manfaat untuk sekitar melalui program adopsi burung.

Perlahan aktivitas penangkapan burung berkurang dan saat ada sarang burung warga desa justru melapor ke Koperasi Plang Ijo. Konservasi berbasis masyarakat akhirnya tercipta, ditambah adanya sentuhan wisata yang menarik wisatawan membuat berkembang ekonomi desa.

Birdwatching Wisata Berbasis Konservasi  

Salah satu satwa nokturnal Burung Hantu. Foto: Dok Koperasi Plang Ijo
Salah satu satwa nokturnal Kukang. Foto: Dok Koperasi Plang Ijo
Burung Cekakak Batu (Banded Kingfisher). Foto: Dok Koperasi Plang Ijo

Dari sisi wisata Desa Ramah Burung menghadirkan program Birdwatching dari pemuda Koperasi Plang Ijo. Pada program birdwatching pengunjung bisa merasakan pengalaman night walking (berjalan malam) mengamati perilaku satwa nokturnal berkeliling desa sekitar 2 - 3 jam. Kemudian jadwal pagi hari mulai waktu 3 jam sebelum matahari terbit untuk mengamati spesies burung-burung langka singgah ke desa.

Wisatawan bersama pemandu biasanya berjalan membawa tripod, teropong monokuler dan kamera pemantau satwa. Hal yang cukup unik, para pemandu birdwatching ini memiliki insting kuat melihat dan pendengaran yang tajam mendeteksi adanya keberadaan burung, meski pada jarak yang jauh saat pagi ataupun malam hari.

Pemantauan aktifitas satwa nokturnal saat birdwatching malam hari. Foto: Pertamina Patra Niaga Sumbagsel
Pemantauan aktifitas satwa nokturnal saat birdwatching pagi hari. Foto: Yunike Purnama/Kabar Siger

Pengalaman langsung tim Kabar Siger mengikuti aktivitas night walking berangkat sekitar jam 7 malam berkeliling. Kami diajak keliling kampung menyusuri hutan sambil memantau adanya satwa nokturnal selama kurang lebih 3 jam. Untuk program night walking satu tim biasanya 6-7 orang dan diarahkan untuk tidak banyak bersuara agar bisa bertemu dan mengambil foto satwa.

Ikhsan sang pemandu dari Koperasi Plangijo mengatakan, wisatawan yang beruntung bisa melihat langsung aktivitas kukang, burung hantu, kelelawar dan beragam jenis burung seperti cekakak sungai, kowak malam abu dan celepuk jawa.

Biasanya bagi pecinta satwa, bertemu dengan spesies langka seperti ini memiliki kepuasan tersendiri. Bahkan konsep wisata berbasis konservasi ini sudah menarik wisatawan mancanegara seperti dari Australia dan Asia untuk wisata dan penelitian.

Ikhsan melanjutkan, dalam program birdwatching ini, Koperasi Plang Ijo sudah berhasil mengidentifikasi sekitar 70 jenis spesies burung yang berada di kawasan Desa Labuhan Ratu IX. Kemudian dari sisi ekonomi, program Birdwatching ini juga bisa menambah pendapatan koperasi dengan menarik minat wisatawan baik lokal maupun mancanegara.

Adopsi Burung Selamatkan Kepunahan Populasi

Contoh sarang burung saat pemantauan proses adopsi. Foto: Pertamina Patra Niaga Sumbagsel

Program kedua yang dihadirkan Koperasi Plang Ijo Dewi Rasa bekerjasama dengan Pertamina adalah adopsi burung. Sekilas saat kita dengar kata 'adopsi' pasti pengalihan hak atas sesuatu, tetapi yang diterapkan koperasi  Plangijo ini berbeda.

Pada program Adopsi Burung, semua komponen masyarakat terlibat dalam beberapa rangkaian kegiatannya. Mulai dari pemilik lahan, tim monitoring yang merupakan pemuda kelompok Koperasi Plang Ijo, kemudian tentunya yaitu para 'Adopter' yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia bahkan mancanegara.

Proses adopsi ini dimulai dari informasi adanya sarang burung dari pemilik lahan ke koperasi Plang Ijo, kemudian di informasikan kepada adopter yang sudah masuk kedalam daftar tunggu untuk proses adopsi.

Selanjutnya pemantauan dilakukan oleh tim Koperasi Plang Ijo untuk memonitor dan mendokumentasikan perkembangan burung yang diadopsi mulai dari telur sampai nanti siap terbang meninggalkan sarang. Hasil dari monitoring dan dokumentasi akan selalu di informasikan kepada adopter.

Tahap terakhir saat burung sudah siap meninggalkan sarangnya, ia akan diterbangkan oleh adopter untuk terbang bebas ke alam. Nantinya dari pihak adopter akan mendapatkan sertifikat, dokumentasi perkembangan burung yang diadopsi dan diberikan kesempatan untuk menerbangkan burung yang diadopsi kembali ke alam.

Donasi yang terkumpul dari adopsi sarang burung ini kemudian dipakai untuk berbagai keperluan operasional, misalnya, piket rutin untuk memantau perkembangan anakan burung. 

Selain itu, sebagian juga dipakai untuk kas dan insentif bagi pemilik lahan dan penemu sarang. Laporan tentang aktivitas sarang akan disampaikan kepada donatur secara berkala.

Dari sarang-sarang ini telah ada 15 anakan burung terbang bebas. Lalu tahun 2023 ada 15 sarang dari 9 spesies burung yang diadopsi dan berhasil menambah anakan burung sedikitnya 23 ekor. Ada 9 spesies burung yang jadi prioritas burung untuk program adopsi sarang, termasuk burung yang dengan nama lokal dikenal dengan Paruh kodok besar (Batrachostomus stellatus), Takur Tutut (Red Crowned Barbet).

“Alhamdulillah setiap tahunnya peserta adopsi sarang burung selalu meningkat. Program adopsi ini mampu perlahan selamatkan populasi burung yang hampir punah, melibatkan masyarakat lokal dalam konservasi burung dan secara aktif sekaligus memberikan kontribusi manfaat secara ekonomi tanpa merusak alam,"papar Arif.

Pertamina Hadir untuk Desa Ramah Burung

Ketua Kelompok Koperasi Plang Ijo Dewi Rasa, Arif Fauzun bersama Supervisor Health, Safety, Security, and Environment (HSSE) and Fleet IT Panjang Catur Yogi Prasetyo. Foto: Yunike Purnama/Kabarsiger

Supervisor Health, Safety, Security, and Environment (HSSE) and Fleet IT Panjang Catur Yogi Prasetyo mengatakan alasan mengapa Pertamina fokus mendukung Desa Ramah Burung karena ingin turut menjaga peran vital burung dalam keseimbangan ekosistem dan populasi yang hampir punah.

Dukungan Pertamina sudah dimulai dari tahun 2021 hingga 2023. Langkah pertama fokus melakukan sosialisasi bersama Koperasi Plang Ijo terkait Desa Ramah Burung dengan mengajak masyarakat melakukan perlindungan terhadap burung. Kemudian perlunya peningkatan kesadaran dan nilai manfaat dalam sisi ekologinya dan sisi ekonomisnya.

Kemudian di tahun 2024 Pertamina membangun Visitor Center sebagai wahana informasi yang menarik untuk promosi, fasilitas kegiatan seperti peralatan pengamatan dan ruang edukasi  tanda-tanda perlindungan burung dan papan informasi penting sebagai petunjuk. Peran penting masyarakat lokal dalam sebuah upaya nyata perlindungan kawasan Desa Penyangga Taman Nasional dapat menjadi contoh bagi masyarakat lain secara lokal dan tingkat nasional melalui lembaga seperti Koperasi Plang Ijo.

Di tahun 2025 Pertamina fokus memperkuat program birdwatching dengan memberikan sarana dan prasarana berupa lensa monokuler, tenda dan kamera termal. Kemudian pada program adopsi sarang burung dengan memperluas jaringan adopter baik dari dalam dan luar negeri. Sosialisasi juga masih terus dilakukan dengan memperluas ke sekolah-sekolah agar anak-anak memiliki kesadaran sejak dini mengenai pentingnya perlindungan satwa burung sebagai bagian integral dari ekosistem.

Selanjutnya tahap terakhirnya di tahun 2026 mendorong Pemerintah Pembuatan Peraturan Desa (Perdes) terkait pelarangan perburuan burung dan menjadikan Desa Ramah Burung menjadi destinasi wisata.

"Pertamina percaya bahwa kolaborasi antara sektor swasta, pemerintah, dan masyarakat adalah kunci keberhasilan dalam menjaga kelestarian alam. Melalui dukungan kami, kami berharap dapat mewujudkan visi bersama untuk menjaga keberagaman satwa liar dan lingkungan yang sehat bagi generasi mendatang," harapnya. (*)

Editor: Yunike Purnama
Yunike Purnama

Yunike Purnama

Lihat semua artikel

RELATED NEWS